Aku sedikit mengintip ke kamar kosong itu, hanya sekedar melihat-lihat. Kamar yang baru tadi pagi ditinggal penghuninya, tepat disebelah kamarku. Kamar 02 namanya. Perlahan aku masuk, aku lihat kamar mandi didalam terlihat bersih. Air di baknya juga sangat menyegarkan. Sepertinya aku ingin mandi pikirku, apalagi cuaca yang cukup membuatku gerah dan berpeluh. Dengan pasti aku kembali ke kamar ku yang tepat disebelah kamar kosong itu, untuk mengambil handuk dan sabun milikku. Setelah itu, aku masuk kekamar 02 itu dan mengunci dari dalam. Aku tekan stop kontak lampu kamar mandinya yang saat itu terlihat gelap. Namun... aku menyadari bahwa lampu kamar mandi itu ternyata putus. Hedeeewh... sudahlah, tidak apa2 pikirku. Toh masih ada sebias cahaya dari ventilasi kamar mandi itu. Itu sudah cukup. Aku mulai melepaskan pakaianku satu persatu, kulihat sekeliling kamar mandi itu masih terlihat baik dan tak ada rusak sedikitpun. Tanpa ada sedikit pun kekhawatiran aku mulai memainkan gayung dan brrrhh... kutumpahkan air sampai membasahi seluruh tubuh ku. Segar sekali rasanya. Tak lupa ku tuang sabun cair beraroma "Kulit Manis & Jahe" pada Shower puff hijau milikku. Aroma khas dari sabun langsung menyeruak memenuhi ruang kamar mandi gelap itu.Tiba-tiba, angin berhembus dari ventilasi kecil yang tepat berada disebelah kanan dinding kamar mandi itu, aku mengintip keluar ternyata cuaca berubah menjadi mendung. Aneh sekali, padahal tadi cuaca begitu terik. Suasana dalam kamar mandi itu perlahan menjadi semakin gelap dan terlihat mencekam. Aku dayung terus gayungku dan kubasuh tubuhku yang telah dipenuhi busa sabun yang cukup tebal. Semakin cepat gerakan tanganku, aku merasakan rasa tidak nyaman. Tiba2 gayungku menubruk sesuatu dari dalam bak. Dahiku mengernyit dan kusipitkan mataku mencoba memperjelas pandanganku kedalam bak. Mataku sulit menembus kegelapan dalam kamar mandi itu, tidak jelas apa yang kulihat dari dalam bak itu. Tangan kananku pun kumasukkan menembus air dalam bak itu. Apa yang ada didasar bak ini pikirku? Perlahan-lahan tanganku semakin dalam masuk meraba dasar bak itu.
Namun TIBA-TIBAAAA...... Tanganku menyentuh sesuatu yang ku pikir adalah Bayi. Aku tersontak melompat dan kurasakan nafasku terengah. Jantungku seakan berpacu melawan waktu. Apakah....Aku mencoba menepis segala praduga ku. Kembali kuberanikan diri meraba isi dalam bak itu. Tanganku mengaduk tak tentu arah. Aku sangat yakin tadi telah menyentuh sosok yang kenyal dan janggal berada dalam bak kamar mandi. Akan tetapi tanganku tak menyentuh apapun lagi kecuali air yang menyegarkan. Aku mencoba memasukkan kedua tanganku untuk memastikan bahwa aku tadi telah menyentuh sesuatu yang aneh. Tidak ada apa-apa disitu. Aneh, pikirku. Aku yakin tadi telah menyentuh sebuah benda. Ah sudahlah, mungkin hanya perasaan ku saja. Walaupun demikian, hatiku tetap tak tenang. Kegelapan dalam kamar mandi itu menyuruhku untuk segera menyelesaikan mandi ku. Kulihat keluar, rintik hujan sudah mulai turun. Aroma tubuhku kembali harum setelah berlumur sabun beraroma "Kulit Manis dan Jahe. Kubalutkan handuk merah milikku sembari ku 'Lap' seluruh tubuh ku yang masih basah. Alangkah terkejutnya aku saat kurasakan kaki ku seperti menginjak rambut. Sontak aku melompat. Apa itu tadi pikirku...Perlahan kubuka pintu kamar mandi mencoba mendapatkan sedikit cahaya dari ruang kamar kosong yang tadi lampunya kunyalakan. Aku melangkahkan kaki ku keluar kamar mandi namun tanganku masih menahan pintu kamar mandi itu dengan sedikit menunduk memperhatikan lantainya. Apa yang tadi kupijak?? Kamar 02 ini sangat aneh, apa yang telah terjadi disini sebelumnya pikirku. Aku tak melihat apapun kecuali lantai basah. Ah sudahlah....jangan pikir aneh2.Segera kuambil seluruh perlengkapan mandiku kecuali shower puff. aku lupa mengambilnya.Segera kutinggalkan kamar kosong itu dan kututup rapat pintunya. Aku kembali ke kamarku. Kamar 03, yang terkenal harumnya menyerbak sampai keluar. Wajar saja, aku sangat menyukai wangi-wangian. Selain pewangi semprot otomatis, aku juga memiliki aroma terapi dan pewangi gantung yang kuletakkan hampir di setiap sudut kamarku. Kamar mandi milikku pun selalu kusemprot dengan pewangi yang senada. Tak heran seluruh tetangga kost betah maen kekamarku. Katanya kamarku sangat berbeda dengan kamar kost cowok kebanyakan. Kamarku bersih, rapi, wangi dan adem. Aku selalu tersenyum simpul mendengarnya. Hidup bersama Ibu dan ketiga Kakak perempuan ku membiasakan diriku untuk selalu bersih dan rapi. Menghias rumah dan selalu menata ruangan sudah pemandangan rutinitas dirumah kami. Itu sebabnya aku tak betah melihat hal yang berantakan. Aku membuka lemari dan mengambil pakaianku. Handuk merah masih membaluti pinggangku. Kupilih kaos oblong warna putih dan celana bola berwarna merah (Seragam SD kale yak? Hihihihihi). Kunyalakan TV kuhidupkan Kipas. Akhir-akhir ini cuaca sangat tidak bisa diajak kompromi. Panas sekali. Aku sampai bereksperimen membuat "AC buatan dari Stereofom" dan itu berhasil membuat suhu dikamarku menjadi adem. Syukurnya saat ini hujan turun, paling tidak aku bisa santai dikamarku tanpa harus memasang "AC-AC an" milikku. Ku ambil 2 kaleng cemilan yang parkir disudut lemari. Kupilih beberapa yang enak temen ngopi. Kemudian aku menyeduh kopi instan yang beraroma Coklat cream. Enak banget suasana begini. Namun, terbersit dipikiranku kejadian saat mandi dikamar 02 tadi. Sebenarnya apa yang terjadi? Hujan semakin deras, aku keluar dari kamarku berjalan menuju kamar kosong yang tepat berada disebelah kamarku. Kubuka pintu kamar kosong itu, secara perlahan kulihat sekeliling ruangannya. Kakiku perlahan melangkah menuju kamar mandinya. Tanganku mendorong pintu kamar mandi itu, semakin gelap dan tak terlihat apa2. Aku masuk kedalam kamar mandi itu, mencoba memperhatikan kembali bak nya. Kejadian tadi sangat membuatku penasaran. Kudekatkan wajahku pada bak itu, mataku mengecil tanganku menggapai. Apa tadi yang berada dalam bak ini pikirku....Sesaat kemudian, aku merasakan seseorang berjalan tepat dibelakangku. Aku berbalik tiada siapapun disitu. Aku keluar dari kamar mandi itu dan melihat seisi ruangan. Tiada siapapun, segera aku menuju pintu mencoba mencari barangkali ada tadi yang masuk. Hanya rintik hujan yang semakin berpacu menyambutku. Tidak tidak, ini bukan ilusi. Aku yakin tadi ada orang berjalan dibelakangku. Aku bisa merasakannya. Aku kembali kekamar mandi itu, panasaranku harus kuselesaikan. Seketika seperti ada sosok bayangan sedang duduk di closed. Aku tersontak, ternyata tak ada siapapun disana. Ah sudahlah, mungkin cuma perasaan ku saja. Kututup pintu kamar mandi itu, aku keluar dari kamar 02 kembali menuju kamarku. Kopi dan cemilanku menunggu disana.
***
Juntaian Hujan masih terus berjatuhan, rutin namun semakin kecil. Tidak sederas tadi. Aku merebahkan tubuhku dikasur, kubiarkan gelas kopi yang kosong beserta kaleng cemilanku tergeletak dilantai. Kuputar MP3 favoritku, chart Novita Dewi dengan lagu 'Jejak Luka' masih betah menjadi lagu favoritku saat ini. Gilak, keren banget suara nih cewek pikirku. Suasana gerimis menemani waktu bersantai ria ku bagai nyanyian Nina Bobo. Mataku seakan terpejam mengikuti cresendo suara Novita Dewi dan musik alam dari Rintik hujan. Ughhh....nyaman sekali....Aku semakin memasuki dunia Nirwana, alam bawah sadar menuntunku melewati 'De Javu'. Ada sosok berdiri tepat di pintu kamarku yang sedang terbuka. Basah dan tampak menggigil. Air mengucur deras dari gaunnya yang tampak berwarna lapuk. Semakin ku seksama, dia seorang wanita. Berdiri membelakangi pintu kamar ku. Sepertinya wanita itu tidak pernah kulihat di kost-an ini. Aku mencoba menyapa nya, "maaf, kaka siapa?" Dia diam tak memperdulikan ku. Aku beranjak dari kasurku, kulangkahi gelas kopi yang tergeletak dilantai. Sekarang dia tepat dihadapanku. Berdiri membelakangi ku."Halo... maaf ada perlu apa?", tanyaku. Dia masih diam tak menggubris. Siapakah wanita ini? Pikirku. "Halo?", kumencoba menyentuhnya. aneh sekali kenapa wanita ini sampai basah kuyup seperti mandi basahan dari sungai. Padahal hujan sudah tidak terlalu deras. Apalagi, kalau dia kehujanan setidaknya dapat berteduh didepan kost-kost an ini. Tanganku menggapai punggungnya, "Maaf, cari siapa?", tanyaku. Perlahan dia menoleh, betapa terkejutnya aku, wajahnya pucat seperti kulit mayat, bibirnya menghitam dan rambutnya lepek. Dari bahunya tampak bercak merah. Setelah kupandang secara seksama, ada darah mengucur dari kepalanya. Ya Tuhan... ssssiapa kamu? Tiba-tiba ia melotot padaku, dengan jelas kulihat matanya yang agak menguning dan bibir yang membiru seakan tersenyum dingin padaku. Dia mulai membuka mulut, mencoba menjawab pertanyaan ku. Dan betapa terkejutnya aku, dia tidak memiliki lidah. Banyak darah bercucuran dari mulutnya. Lidahnya dipotong!!! AAPAAA?!!! Kakiku gemetar, tanganku tak bisa kugerakkan. Tubuhku seakan terguncang gempa berkekuatan 10 SR. Perlahan kakinya melangkah mendekatiku, sepertinya dia tidak merasakan sakit sedikitpun. Darah semakin deras mengucur dari kepala dan mulutnya. Berjatuhan sampai menyelimuti mata kaki nya. Bibirnya masih tersenyum getir. Perlahan tangannya diangkat dan diletakkan di pundak kananku. Aku tak dapat mendefinisikan dengan kata-kata seperti apa ketakutan yang kualami saat itu. Tiba-tiba wajahnya berubah. Melotot dan tak ada lagi senyum getir disana. Pandangannya tajam menembus kornea mata ku. Dia membuka mulutnya dan teriak didepan wajahku....HAHHH... aku tersontak... Aaaa ap apa yang terjadi pikirku. Ternyata aku mimpi. Hedeeewh... Jantungku masih berdegup kencang, keningku berkeringat. Gelap sekali, sudah jam berapa ini? Kulihat arlojiku, jarum menunjuk arah pukul 18.16 WIB. Aduh... tiba-tiba aku merasakan nyeri di pundakku sebelah kanan sampai aku kesulitan menggerakkan tanganku. Mungkin aku salah tidur, pikirku. Kulihat keluar jendela, hari semakin gelap. rintik hujan pun sudah selesai memainkan perannya. Tinggal tetesan sisa gerimis bergelantungan di dahan pohon. Seram sekali mimpi tadi, akhhh... betul kata orang tua, pamali kalau tidur pas Maghrib apalagi kalau hujan turun. Bisa-bisa mimpi buruk, yah persis yang kualami tadi. Segera kunyalakan lampu kamarku, kubereskan gelas dan kaleng cemilan yang berserakan di lantai. Kurapikan kasur dan bantalku. MP3 ku masih menyala, sekarang suara Jennifer Hudson mengambil alih. Akupun mematikannya, "sudah cukup panas ini, dari tadi tak berhenti". Setelah itu, kemenuju kamar mandiku, mungkin setelah mandi aku akan merasakan segar kembali. Hanya saja rasa nyeri di pundak kananku masih betah disana membuat aku kewalahan membuka pakaianku. Seandainya pacarku disini, aku pasti minta tolong untuk membukakan satu persatu pakaianku (hihihihi....ngeres kan... syukurnya pacarnya kagak ada jiahhhhahaha).
Akhirnya aku berhasil membuka seluruh pakaianku, betapa terkejutnya aku saat melihat tubuhku dari cermin. Pundakku sebelah kanan 'membiru' dan seperti muncul urat-urat kecil berwarna hijau menjalar hampir memenuhi tangan kananku. Aku terkejut dan ketakutan. Kenapa ini?? Hah.... apakah ada sangkut pautnya dengan mimpiku tadi? Aku mencoba menyentuh pundakku itu, nyeri sekali seperti baru mengangkat batang kelapa seberat 80 Kg. Namun aneh sekali, kenapa bisa sampai begini. Aku ingin cepat-cepat mandi agar langsung kedokter. Apa sebenarnya yang telah terjadi pada pundakku? Saat ku ingin menyabuni tubuhku, aku tersadar Shower Puff ku tidak berada ditempatnya. Ahhhh... pasti ketinggalan di kamar mandi sebelah saat tadi aku mandi disitu. Bagaimana aku membuat busa kalau tidak memakai Shower Puff itu? Akupun membalutkan handuk kepinggangku, berjalan menuju kamar 02. Perlahan aku masuk ke kamar itu, kamar mandinya gelap dan suram. Kumencoba mengingat dimana tadi kuletakkan Shower Puff ku itu. Aku meraba dipinggir bak, namun Shower Puff ku tak ada. Atau jangan-jangan terjatuh kedalam bak? Kumulai meraba isi bak. Anehnya tak ada lagi air disitu. Kering. Dan.... tanganku seperti menyentuh Kepala manusia.... AAAAAA...... aku terperanjat. Apa itu?! Kakiku bergetar, Aku segera keluar...Namun tiba-tiba langkah ku terhenti. Shower Puff ku bergantung di paku dekat Saklar. Kenapa bisa ada disini? Kupercepat langkah ku meninggalkan kamar kosong itu setelah mengambil shower puff ku. Apa tadi yang tersentuh tanganku didalam bak itu? Pikirku. Aku cepat-cepat mandi. Bahkan busa sabun cair tidak membaluti seluruh tubuhku. Baru kali ini aku mandi seperti ini. Biasanya aku betah berlama-lama menggosok tubuhku dengan kepulan busa sabun beraroma Kulit manis dan Jahe dari Shower Puff hijauku. Tapi aku segera kedokter untuk menanyakan hal ini. Ada apa dengan Pundakku? Kakiku masih bergetar mengingat peristiwa di kamar mandi gelap itu. Aku yakin tadi aku menyentuh Kepala manusia. Itu bukan bola. Aku bisa merasakannya. Tersentak aku terdiam, suara Sasando mengalun dari kamar sebelah. Berbisik menyeruak lapisan dinding kamar mandiku. Anehnya, aroma Kulit Manis dan Jahe dari sabunku perlahan hilang berganti menjadi aroma Melati. Semakin kucermati suara itu semakin jelas terdengar di telingaku. Indah sekali bunyinya. Akan tetapi....Siapa memainkan sasando dari kamar kosong itu?? Dan bau melati dari mana ini?? Rasa takutku semakin tidak karuan. Goyangan gayung semakin tak tentu arah mendayung air. Air bertumpah kesana kemari tidak menyiram tubuhku dengan baik. Itu pun tak lagi kuperdulikan. Aku yakin saat ini aku sedang di teror sosok yang tidak dapat kulihat. Ku ambil handukku dan ku Lap tubuhku yang ku yakin saat itu tidak sebersih biasanya. Aroma Melati masih memenuhi kamar mandiku dan kini mencoba menembus seluruh ruangan kamar kost ku. Kubuka lebar pintu kamar ku dan kupasang kipas dan menekan Tombol 3. Berharap aroma melati itu hilang. Spontan mulutku bernyanyi lagu rohani. (Gini nih, kalau lagi digangguin setan baru inget Tuhan hedehhhh....)Aku memilih baju berlengan panjang berwarna Toska dan jeans yang minggu lalu baru kubeli dari Malaysia. Orang bilang aku mirip aktor Thailand kalau pake baju itu (Eakkkkk... ke-PD-an).Aku bergegas ke Hospital terdekat dengan menyewa Taxi yang kebetulan lewat di depanku.
***
Aku tlah sampai di Hospital, kemana aku harus bertanya yah? Aku menuju Apotik, seorang gadis muda mengenakan pakaian putih-putih sedang santai disana. "Sus, maaf... saya mau periksa. Lengan saya sakit. Agak kebiruan gitu, padahal saya gak nabrak apa-apa. kira-kira kenapa yah?" "Boleh saya lihat bagian mana yang sakit pak?", tanyanya. "Oh tentu...", sambil menunjukkan pundak kananku, aku sedikit membungkuk pada gadis itu. "Tidak ada apa-apa pak. Bahu anda baik-baik saja", katanya. Haaaa?? Aku terkejut. Baik-baik saja?? Jelas-jelas tadi aku melihat dari cermin kalau pundak kananku membiru dan urat-urat hijau menjalar memenuhi tangan kananku. "Masa sus? Coba periksa sekali lagi deh." Kataku sembari menarik lengan bajuku memperlihatkan pundak kananku pada gadis cantik itu. "Beneran pak, bahu anda baik-baik saja. Tidak ada lebam sedikit pun. Lihat saja" katanya sambil mendekatkan cermin padaku Kuperhatikan pundakku dari cermin itu, memang tidak terjadi apa-apa. Pundakku terlihat baik-baik saja. Rasa nyeri yang kurasakan tadi pun tidak lagi ada. Kugerak-gerakkan tangan kananku, tidak sakit sama sekali. Sepertinya tanganku tidak kenapa-kenapa. Kutarik lengan bajuku, tidak ada lagi urat-urat hijau yang tadi menjalar disana. Aku yakin aku mengalami kejadian mistis. Aku tersenyum pada penjaga apotik itu, "maaf sus, seperti nya saya salah" kataku. Iya tersenyum membalasnya. Kalau aku bersikeras mengatakan kejadian tadi, mereka pasti akan menganggapku gila. Dengan menyimpan berjuta pertanyaan, aku berjalan meninggalkan Rumah Sakit. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada sosok wanita yang berdiri diujung lorong gelap di sudut Rumah Sakit itu. Rambut sebahu mengenakan gaun sampai semata kaki. Sepertinya aku pernah melihatnya pikirku. Ah sudahlah... aku melangkah meninggalkan Rumah Sakit itu. Setelah makan dari Rumah Makan Minang, aku pulang ke kost. Walau masih menyimpan sejumput kekhawatiran, aku memberanikan diri untuk pulang. bagaimanapun, itu kamarku.
***
Aku merogoh kantong celanaku tuk mengambil kunci. Namun, sifat ingin tahuku mendorongku untuk kembali memperhatikan kamar 02. Yang ternyata lampu nya sudah dimatikan oleh pemilik kost. Perlahan kakiku merayap mendekati kamar kosong itu. Gelap dan dingin suasananya. Kenapa tidak pernah ada orang betah tinggal di kamar ini pikirku, paling lama hanya 1,5 bulan. Sungguh pertanyaan yang besar, kejadian apa sebenarnya yang kualami tadi?? Aku merogoh kantong celanaku tuk mengambil kunci. Namun, sifat ingin tahuku mendorongku untuk kembali memperhatikan kamar 02. Yang ternyata lampu nya sudah dimatikan oleh pemilik kost. Perlahan kakiku merayap mendekati kamar kosong itu. Gelap dan dingin suasananya. Kenapa tidak pernah ada orang betah tinggal di kamar ini pikirku, paling lama hanya 1,5 bulan. Sungguh pertanyaan yang besar, kejadian apa sebenarnya yang kualami tadi?? Segera kutepis keingintahuan ku. Aku khawatir malah membuat ruyam hari-hariku. Aku kembali kekamarku, hidung ku mengendus mencoba mencium apakah bau melati tadi masih betah didalam? Syukurlah, tidak ada lagi. Sekarang hanya aroma pewangi ruanganku yang berperan aktif. Kunyalakan TV untuk meramaikan suasana, di bulan Ramadhan seperti ini orang-orang banyak yang pulang kampung. Itu sebabnya kost-an ditempatku sepi sekali seperti kuburan. Hari-hariku hanya diisi dengan menonton dan dengar musik. Dan ntah kenapa, aku cukup betah akan itu. ku ambil buku gambar milikku (emang sih, nih cowok punya banyak banget bakat. Bisa nge-gambar, nyanyi, ngarang, and apa aja dia bisa kayaknya. Hebat juga yah... gileee) sepertinya udah lama aku tidak menggambar, apalagi tidak ada siaran TV yang bisa membuat stereo mataku. Aku mulai menarikan pensil diatas buku gambar berukuran A4 itu. Dari dulu, aku memang lebih suka menggambar wanita dari apapun. Banyak orang bertanya, kenapa harus selalu 'gambar wanita'? Yah... wanita itu lambang kecantikan, aku dapat meng-explore tiap detail elemen kecantikan jika menggambar wanita. Rambut lurus atau ikal, diikat atau digerai, gaun atau kemeja, sendal atau sepatu, apapun dapat terjelajah jika menggambar wanita. Dan tidak sedikit memuji hasil karyaku. Bahkan gaun atau kebaya yang kugambar sudah pernah dijadikan gaun sungguhan. Begitu juga tatanan rambut yang kuciptakan. Hasilnya cukup fantastis. Aku tak menyangka, coretan-coretanku yang kuanggap standar itu ternyata bisa menghasilkan karya memukau. Pernah suatu kali aku menggambarkan kebaya untuk wisuda kakaku, sang penjahit angkat tangan. Katanya elemennya susah. Ini pasti milik designer mahal katanya. Aku cukup tertegun akan itu.
***
Tanpa kusadar, aku hampir selesai menggambar. Semakin bagus kelihatannya hasil gambarku kali ini. Wanita dengan rambut ikal sebahu dengan pandangan tajam. Aku tersenyum melihat gambar ku, akan tetapi tiba-tiba dahiku mengernyit....Wanita ini.......Wanita ini kan, wanita yang ada dalam mimpiku tadi sore...Iya, tidak salah lagi.... aku melihat jelas matanya...Kenapa aku tiba-tiba menggambar wajahnya?? Hahhhh.... aku menjauhkan buku gambar itu. Tanganku berkeringat. Kupijit pelan kepalaku, sepertinya rasa pusing menghinggapi. Ada apa ini? Siapa wanita ini? Kenapa dia datang kemimpiku dan tiba-tiba hadir dalam lukisanku? Semakin janggal kurasa. Suara TV masih meramaikan ruangan kamarku, akan tetapi pikiranku melayang ntah kemana. Kuteringat bunyi sasando dari kamar 02. Aku belum terlalu tua untuk berhalusinasi sampai beberapa kali dalam waktu yang bersamaan. Jelas terdengar oleh telingaku suara musik itu bergema mengalun lembut dari celah-celah kamar mandiku. Itu memang suara Sasando. Alat musik khas dari NTT. Aku tidak mungkin salah. Aku segera keluar kamar, berniat ingin menanyakan siapa penghuni kamar 02 itu terdahulu pada pemilik kost. Kututup kamarku, dan aku menoleh ke arah kamar kosong yang tepat berada disebelah kamarku itu. Aku berpaling dan melanjutkan langkahku. Namun, aku terhenti....Kembali aku menoleh ke arah kamar 02. Sepertinya aku melihat seseorang sedang mengintip melalui kaca nako dari dalam kamar yang gelap itu. Pandanganku tak bisa dibohongi, tadi aku melihat sesuatu pikirku. Aku berpaling arah menjadi bergerak pelan menuju kamar 02 itu. Kuperhatikan beberapa kamar kost yang masih ditinggali pemiliknya, tertutup rapat. Hanya aku seorang berdiri disitu, dibawah pohon belimbing yang sesekali masih meneteskan sisa air hujan yang masih bergelayut didaunnya. Aku mendekati nako kamar kosong itu, kujelikan pandanganku kearah kaca nako dimana tadi kulihat sepasang mata memperhatikanku. Kulebarkan kaca nako dan kudekatkan wajahku untuk semakin seksama memperhatikan isi dalam kegelapan kamar 02 itu. AKU TERPERANJAT....A aakk ak aku melihat.......Aku berpaling arah menjadi bergerak pelan menuju kamar 02 itu. Kuperhatikan beberapa kamar kost yang masih ditinggali pemiliknya, tertutup rapat. Hanya aku seorang berdiri disitu, dibawah pohon belimbing yang sesekali masih meneteskan sisa air hujan yang masih bergelayut didaunnya. Aku mendekati nako kamar kosong itu, kujelikan pandanganku kearah kaca nako dimana tadi kulihat sepasang mata memperhatikanku. Kulebarkan kaca nako dan kudekatkan wajahku untuk semakin seksama memperhatikan isi dalam kegelapan kamar 02 itu.
AKU TERPERANJAT....A aakk ak aku melihat.... seekor kucing hitam mati tergantung di dinding kamar tepat berhadapan dengan kamar mandi. Hahhh... apa itu.... ku coba melihat kembali untuk memastikan kalau itu memang benar-benar seekor kucing. Kembali ingin kudekatkan wajahku pada kaca nako... aku tersontak dan melompat hampir terjatuh... wajah pucat seorang wanita menyambutku dari balik nako dengan tatapan tajamnya. Kontan aku melompat dan berlari, bisa kurasakan jantungku berpacu seperti mesin jahit saat itu. Aku berlari menuju rumah pemilik kost, tubuhku bergetar dingin. Aku yakin wajahku pucat sekali. Kuketuk pintu rumah itu sembari memanggil Ka Ica, Ibu Kost kami. Ka Ica muncul, wajahnya kebingungan melihatku. "Kenapa kamu?" Tanya nya."Ha han Han....""Han apa?!" "Han...han...Hantu...Ka... ada hantu...!!" "Hantu? Hantu apaan?" "Ikkhhh... ada hantu di sebelah kamarku!!" "Aihh... kamu jauh lebih seram kali dari hantu" "Ka ICAAA... Ikhhh... aku serius....aku lihat hantu di kamar 02" "Adam, kalaupun hantu itu ada, pasti mereka yang bakalan takut sama kamu!!" "Isshhh.... sumpah ka... aku gak boh...", tiba-tiba saja aku lihat sebuah golok bersimbah darah tergeletak di wastafel dapurnya ka Ica. Tampak Bang Duon, suami ka Ica lewat dari kamar mandi sambil sesekali menyeka tangannya. "Ka, itu darah apa?", tanyaku setengah berbisik pada Ka Ica. "Ohhh... itu, Bang Duon tadi motong ayam", katanya. "Udah ya Dam, kakak mau masak... udah... gak usah takut, percaya deh kamu masih lebih menakutkan dari hantu", sambungnya. "Terus ya terus..." ishhh, gak guna ngomong sama nih perempuan. Yang ada malah bikin jengkel. Aku melangkah kembali ke kamarku, ku mencoba tak menoleh ke kamar 02. Aku fokus pada kamarku. Tanganku masih gemetar membuka pintu. Sesaat pintu kamarku terbuka, kupercepat gerakanku untuk segera masuk. Langsung kukunci pintu itu, segera kurebahkan tubuhku dan bertelungkup dengan selimut. Sumpah, aku ketakutan sekali. Namun kejadian yang sangat tidak mengenakkan terjadi, yappp "Mati Lampu", aishhhh... kenapa sih harus sekarang?! Timing yang sangat tidak tepat pikirku. Sisa keberanianku secuil kugunakan untuk meraba-raba dimana lilin berada. Yesss, I got it... seperti mendapat Sekoper Dollar seperti itulah raut wajahku saat mendapat lilin itu. Kunyalakan lilin itu dan kuletakkan diatas meja beralass keramik kecil. Kembali aku telungkup dengan selimut, panas juga lama2. Namun kutahan. Tiba-tiba tubuhku merasakan ada sesuatu disampingku. Sesuatu yang berbaring juga di kasurku. Perlahan kugeser tubuhku mencoba memastikan. Aku berharap itu hanya guling. Namun ini berbeda. Berat dan tidak seempuk guling. Ku turunkan perlahan selimut ku.... Perlahan kuberanikan menoleh. Dan....... AAAAAAAAA A A A........ Kunyalakan lilin itu dan kuletakkan diatas meja beralass keramik kecil. Kembali aku telungkup dengan selimut, panas juga lama2. Namun kutahan. Tiba-tiba tubuhku merasakan ada sesuatu disampingku. Sesuatu yang berbaring juga di kasurku. Perlahan kugeser tubuhku mencoba memastikan. Aku berharap itu hanya guling. Namun ini berbeda. Berat dan tidak seempuk guling. Ku turunkan perlahan selimut ku. Aroma melati menyengat menembus lubang hidungku. Dapat kurasakan dinginnya angin malam yang memberontak masuk dari celah-celah nako kamarku, dingin menusuk dan mencekam jatuh menghempas wajahku. Perlahan kuberanikan menoleh. Dan....... AAAAAAAAA A A A....Aku rasakan darahku mengucur deras melewati setiap serambi dan bilik jantungku seakan banjir melewati tiap nadi dan membuat setiap peredaran darahku bergejolak mengalir tak tentu arah. Sosok wanita tergolek lemah disampingku. Gaunnya lusuh dan kusam, ia tampak basah dan berdarah. Ketakutan yang tak terhingga membuatku tak bisa bergerak. Aku tak dapat memikirkan apapun. Teriak pun sepertinya aku tak sanggup. Hanya air mata yang kurasakan mengucur deras dari kelopak mata ku. Tubuhnya gemetaran, kedinginan dan sesekali kudengar tangisan kecil dibalik wajahnya yang tertutup rambut yang lepek. Namun, hal yang sangat tidak kuharapkan terjadi. Ia menggerakkan kepalanya kearahku. Bermodal cahaya dari lilin, kulihat matanya yang menguning melotot seperti ingin menerkamku. Dari mulutnya tampak darah kental jatuh membasahi dagunya. Dan tiba-tiba saja kurasakan kakiku dingin seperti mati rasa. Tanganku kejang dan mulutku kaku. Mataku melotot dan mulutku terbuka terbata. Seperti ada hempasan balok menghampiri dan menghujam tubuhku. Aku mencoba menggeliat namun tak bisa. Kurasakan perutku sakit sekali. Lengan kananku juga perih sekali. Sepertinya oksigen pelit mendesir sepoi di hidungku. Aku kesusahan bernafas. Sepertinya aku dibawa oleh arwah itu. Namun kini kumulai tersadar aku sudah tidak lagi berbaring. Aku berdiri. Namun kulihat ragaku masih tergeletak dikasur. Melotot dan terbata. Ada kekuatan yang menuntunku bergerak meninggalkan ragaku. Anehnya tak ada lagi perasaan takut yang kurasakan. Aku bergerak keluar dari pintu kamarku. Berjalan menuju kamar 02. Anehnya, kamar itu tidak lagi seperti ruangan kosong. Banyak barang didalamnya. Lemari, TV, Kasur, dan lantainya juga bersih. Ada Sasando kulihat disudut dinding. Seorang wanita paruh baya tampak sedang menangis ketakutan. Seorang wanita yang kalau kuperhatikan berperawakan seperti Suku Flores. Kulitnya tidak terlalu gelap. Rambutnya ikal sebahu. Ia menangis ketakutan disudut kamarnya menoleh kearah pintu. Akan tetapi sepertinya dia tak melihat aku. Matanya sembab. Terlihat maskara dan eyeliner berselemak mengelilingi matanya. Tiba-tiba ada bang Duon lewat dari hadapanku, masuk kedalam kamar wanita itu. kuperhatikan saat itu sekeliling kost sangat sepi. Aku sadar kalau ada suatu kekuatan yang ingin memperlihatkan kejadian lalu padaku. Aku hanya ilusi. Mereka tak menyadari kehadiranku. Aku segera masuk kedalam kamar itu. Kulihat bang Duon membabi buta menampar dan menghajar wanita Flores itu. Dengan tak berbelas kasih ia menarik rambutnya dan sesekali menghempaskan kepala wanita itu kedinding. Wanita itu hanya bisa menangis histeris dan teriak. Ia memohon memegang kaki bang Duon. Namun, bang Duon tak menggubris. Ia mengambil sasando yang berada di sudut dinding dan menghempaskannya pada tubuh wanita itu. Wanita Flores itu mengelak!! Hingga Sasando itu retak menghempas mengenai bahu kanannya. Ia menggeliat kesakitan. Tanpa ampun, bang Duon menjambak rambut ikalnya dan menariknya ke kamar mandi. Kaki bang Duon sesekali menendang dan menginjak perut wanita Flores itu. Bang Duon menarik rambutnya membuat kepala wanita itu mendongak. Bagai tersambar petir, kulihat bang Duon mengeluarkan Pisau kecil dari sakunya dan menikamkan pisau itu pada bahu kanan wanita malang itu. Wanita itu teriak, mulutnya menganga dan histeris kesakitan. Bukan hanya itu, bang Duon mencabut pisau yang tertusuk dibahu wanita itu dan menggoreskannya pada lidahnya. Hingga, mulutnya bersimbah darah. Ia tergeletak. Meringis dan tak bisa lagi berteriak. Wajahnya mengatakan kepasrahan. Ia tau ini akhir hidupnya. Bang Duon mengambil rantai yang biasa digunakan anjing ia lilitkan pada leher wanita Flores itu. Ia tarik kencang rantai itu hingga membuat mata wanita itu seakan keluar. Ia lemas, mati tak berdaya. Bang Duon mengangkat jasad wanita itu dan dimasukkan kedalam bak kamar mandi. Dengan mersimbah darah, tampak tubuh terkulai terlipat tak tentu meregang didalam bak. Sesaat kemudian, bang Duon datang membawa banyak sekarung es batu. Ia tuangkan pada jasad Wanita malang itu hingga menutupi seluruh wajahnya. Tersontak aku kaget saat ada tangan menyentuh punggungku. Kulihat wanita Flores itu berada dibelakangku.
***
Aku terperanjat, terengah. Aku bisa bernafas. Aku masih berada dikamarku. Namun sepertinya sudah pagi. Apakah semalaman aku kesurupan pikirku. Jantungku berdebar, kuyakin wanita itu ingin berkomunikasi padaku. Ia memberitahu ku apa yang ia alami. Namun, pertanyaan muncul dalam benakku. Kenapa bang Duon sampai melakukan itu??
Hari ini matahari bersinar terik sekali, kuangkat kasur dan bantal-bantal keluar. Teriknya Matahari lumayan kupergunakan untuk menjemur kasur dan bantal. Sepertinya tadi malam aku berpeluh hebat hingga bantal ku terlihat basah dan apek.
Kukeluarkan sarung dari bantalnya, dan kurendam dengan Deterjen Cair beraroma Essence. Namun, pikiranku selalu membias pada kejadian semalam. Penglihatan itu begitu nyata. Aku yakin ini bukan sekedar mimpi, semalam aku tlah menjelajahi dunia Ghaib pikirku. Aku melihat sendiri ragaku yang melotot dengan mulut terbuka terbata-bata tergeletak kaku ditempat tidur. Dan kejadian mengenaskan yang menimpa Wanita Flores itu masih membuat tangan dan kakiku bergetar tak karuan.
Padahal selama ini bang Duon sangat baik dan ramah pada seluruh anak kost. Ia tak pernah pelit memberikan makanan atau minuman pada anak Kost. Namun, tak bisa kupungkiri kalau penglihatanku semalam bisa membuatku khawatir dan takut padanya.
Kubiarkan kain rendamanku dikamar mandi. Aku ingin lagi masuk kekamar kosong itu. Arwah wanita itu yang menuntunku melihat rekaan peristiwa yang menimpanya, maka sangat pasti kalau dia sedang meminta pertolonganku.
Walau sedikit gemetar dan takut yang masih menyelimutiku, kuberanikan melangkah kekamar sebelah itu. Sepertinya masih belum ada yang akan menempatinya. Penghuni terakhir yang menempati kamar itu pun sepertinya keluar karena sering melihat kejanggalan di kamar mandi itu.
Kudorong pintu itu, bunyi engsel tua dari pintu itu terdengar menggema dikarenakan ruangan yang kosong.
Tanpa kusadar bibirku berucap-ucap "halo...permisi... maaf..." tak tentu.
Ruangan kamar mandinya masih gelap, hanya pantulan sinar dari celah ventilasi lah yang memberi seberkas sinar di ruangan dingin itu. "Sepertinya Ka Ica belum ada niat ingin mengganti lampu kamar mandi ini", pikirku.
Akupun masuk kedalam kamar mandi gelap itu. Kutundukkan kepalaku melihat isi dalam bak. Ada sedikit sisa air disana yang bisa memantulkan bayangan wajahku. Tenang sekali air itu, tidak ada tergoyang sedikit pun.
Namun, tiba-tiba kulihat disamping pantulan bayanganku ada wajah wanita yang terkesan samar ikut menunduk menirukan bentuk wajahku. Aku terperanjat....!!!
Akan tetapi, muncul sebuah keberanian dari diriku. Kurasa sudah ketiga kalinya wajah wanita ini menampakkan diri padaku. Aku tak perlu lagi takut. Kuyakin wanita itu tidak berniat jahat. Sambil kututup mata, perlahan kembali kudekatkan wajahku kedalam bak. Kubuka pelan mataku....
Happp.... astaga, dengan gemetar aku jelas melihat pantulan wajah wanita itu. Dia tersenyum getir padaku. Pucat sekali dan rambutnya terlihat sangat kusam. Aku tak tahu apakah itu pengaruh dari pantulan sinar dari ventilasi kamar mandi itu.
Dengan terbata-bata mulutku berucap, "kkkkka...ka..kamu..kamu sss siapa??.
Dia hanya tersenyum.... dan tiba-tiba bayangan itu menghilang.
Dahiku mengernyit, sontak aku kebingungan dan segera mungkin keluar dari kamar mandi gelap itu.
Aku berjalan kearah pintu, tiba-tiba langkahku terhenti. Didinding sudut kamar itu kulihat tulisan bekas goresan batu "Maria".
Apakah ini adalah nama wanita itu? Pikirku.
Aku langsung keluar, dan berjalan ke belakang. Kuketuk pintu kamar 21, kamar Ka Rumi salah satu penghuni lama di kost-kost an ini.
"Apa Dam?", Tanya ka Rumi.
"Oh.. hehe... aku mau nanya sesuatu ka"
"Tanya apa tuh, duduk duduk...!!", kata ka Rumi sambil mempersilahkan aku untuk duduk.
"Eh... anu... hmm, ka... kaka tau nggak siapa penghuni kamar 02 itu dulu?
"Hah?", tiba-tiba ka Rumi seakan terkejut. Namun segera mungkin dia menghilangkan raut wajahnya.
"Kenapa nanya itu?", kata ka Rumi.
"Oh bukan, cuma mau tau aja. Orang Flores bukan?", tanyaku.
"Heh... hmm... m... i..iya.. eh.. bukan.. eh... iya iya..."
"Iya apa bukan sih?"
"Kamu tau dari mana Dam?"
"Jawab aja dulu ka"
"Hmmm... iya... Penghuni nya itu dulu orang Flores"
"Namanya? kaka tau?"
"Hmmm... Namanya Maria", kata ka Rumi.
Sontak aku terkejut. Tidak salah lagi.
"Maria Golini Teresa" lanjut ka Rumi. Dia sering dipanggil "Margosa" kata ka Rumi kembali.
"Margosa?"
"Iya, Margosa. Itu adalah panggilan akrabnya. Dia karyawan di PT (/*sensor*/ nama PT tak boleh disebutkan) sebagai operator. Akan tetapi malamnya dia sering jadi wanita penghibur di Pub daerah Nagoya", kata ka Rumi.
"Penghibur?!"
"Iya, wanita penghibur. Dia selalu diantar jemput laki-laki naik mobil"
Aku mengernyitkan dahiku.
"Dia tulang punggung keluarga Dam. Adiknya 4 masih sekolah di NTT sana. Mamanya sudah meninggal. Makanya dia sanggup melakukan apa aja di batam ini", kata ka Rumi.
"Dulu dia baik sekali. Kakakku yang bantu dia masuk PT. Dia gak pernah malu menjajakan produk Or*f**me (salah satu merk produk kecantikan) kakakku. Hanya saja, di PT dia salah pergaulan, Dam. Dia berteman dengan orang-orang yang tak beres. Dia terpengaruh, ya lama-lama jadi l*nte. Udah sering kami nasehati dia. Tapi, mungkin dia jauh lebih butuh uang daripada nasehat kami" kata ka Rumi kembali.
"Oh.... trus, sekarang dia dimana ka?", tanyaku.
"Di...di...dia...dia... tak tau Dam. Dam sorry ya, kaka mau pergi kerja. Mau mandi dulu. Udah dulu ya. Hehehe sorry ya ganteng..." Ka Rumi dengan lembut mengusirku. aneh sekali, pikirku. Dia seperti salah tingkah. Pasti ada yang ditutupi.
Aku berjalan kembali kekamarku.
"Maria Golini Teresa", "Margosa", bibirku berucap menyebutkan nama itu.
Happp... satu petunjuk telah dapat. Aku harus cari tau apa sebenarnya terjadi. Dan ada hubungan apa antara Margosa dengan bang Duon?
clap...clap...clap... bunyi sendal jepitku mendominasi saat kudaki anak tangga menuju lantai 2. Aku berniat kekamar Rukmini, perempuan berkulit gelap yang konon katanya pernah jadi teman Margosa saat jadi perempuan malam.
Nona pemilik kamar 31 itu sepertinya tidak khawatir masuk angin. Soalnya dia selalu menggunakan pakaian terbuka. Celana-celana yang dipakainya pun selalu pas dibawah tempe.
Seluruh penghuni kost sering menyebutnya Miss Rokmini (plesetan dari Rukmini). Padahal kaki dan paha nya terdapat banyak bekas peninggalan Belanda, kadang heran juga sih cewek sehancur ini bisa jadi Wanita Penghibur. Walau seandainya aku jadi Pria hidung belang, aku mah ogah minta tuh cewek nemenin aku.
Sebenarnya, aku sangat tidak ingin berkunjung kamar perempuan itu. Soalnya dia selalu genit padaku. Kadang geli kalau saat matanya berubah stereo saat lihat aku telanjang dada. Persis kayak lihat rendang. Tapi, rasa penasaranku mengenai kasus Margosa memaksaku untuk "say hello" pada Miss Rokmini itu.
Pintu kamar 31 ternyata sedang terbuka lebar, tampak Rukmini sedang menikmati sebungkus rokok filter bersama seorang temannya. Seorang wanita berbody subur yang terlihat tidak kalah hancur dengan Miss Rokmini.
"Halo mbak, santai nih", aku membuka pembicaraan.
Rukmini tampak terkejut, matanya tak terpejam melihat sosok mirip 'Lee Min Ho' sedang parkir didepan pintu kamarnya.
"Ehhh bang Adam, ada apa tiba-tiba kekamar saya. Hehe... tumben, apa tidak terlalu siang ini? Hihihi", katanya menggeliat genit.
issshhh... jijik gua. Tapi, sudahlah... aku harus mengimbangi perkataanya agar bisa connect berbicara denganku pikirku.
Basa-basi pun terjadi, sebenarnya aku kewalahan menghadapi perempuan gila ini. Belum lagi wanita gendut disampingnya yang selalu melihat area celana bola yang kukenakan. Ntah apa yang dilihatinya. Hedeeewh....
Memang tak salah keputusan ku untuk menjumpai wanita ini, dengan berbagai jurus genit yang kulemparkan bertubi-tubi, ia sanggup menceritakan apapun mengenai Margosa. Dasar perempuan mulut bocor. Baru melihat bibirku basah saja dia sudah luluh lantah.
Rukmini menceritakan seperti apa awal pertama Margosa jadi perempuan malam hingga skandal hubungannya dengan bang Duon bahkan dengan Ayah bang Duon. Aku sangat terkejut mendengar berita itu... mungkin aku tak heran kalau bang Duon begitu, karena sesekali matanya terlihat jelalatan kalau lihat cewek cantik. Tapi kalau Ayah bang Duon?? Sungguh tak kusangka!!
Lumayan juga info dari perempuan tengik nih. Namun, tak gampang lepas dari cengkeraman kedua wanita gila ini. Sampai celana dan bajuku ditarik-tarik, tanganku dicubit, ntah apa-apa aja perlakuan mereka terhadapku.
Syukurnya pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat. Aku berhasil lepas dari goa singa, walau kulit agak merah-merah bekas cubitan.
Aku sedikit berlari keluar dari kamar Rukmini. Agak trauma juga wak.
Tapi gak pa-pa lah, yang penting banyak informasi penting yang kudapatkan dari wanita itu.
Segera aku kembali kekamarku. Aku baru ingat rendaman kain yang kutinggalkan tadi belum kucuci.
Hedeeewh... akupun mulai mengaduk-aduk rendaman itu berniat menghasilkan busa dari deterjen cair beraroma essence milikku.
Namun tiba-tiba aku tersontak, dari dalam ember ada tangan mencengkeram tanganku. Sontak aku teriak, "Mamaaaa...!!!!" Sembari melompat. Tubuhku merinding dan gemetar tak karuan. Kurasakan ada suhu dingin dari kamar mandiku. Dingin seperti es. Mataku menengadah keliling kamar mandi. Kuperhatikan ember berisi kain rendaman dimana aku merasakan sebuah tangan mencengkeram tanganku. Kudorong dengan kakiku ember itu hingga membuat isinya tumpah kelantai. Tak ada apa-apa kecuali kain rendaman. Aku menjadi takut mencuci kainku, segera kukumpulkan kain2 itu kumasukkan kedalam kantong untuk kubawa ke tukang Laundry. Koq jadi dramatis gitu yah pikirku.
Aku bergerak keluar kamar mandi. Akan tetapi saat aku keluar, aku seperti melihat sosok perempuan tergolek lemah di bak kamar mandiku. Pas aku buka pintu..... aku melihat pandangan menyeramkan. Air bak dipenuhi es dan darah. Mataku terbelalak saat kulihat darah dan es itu mengembul sepertinya air mendidih. Aku terpaku dengan pemandangan didepanku. Aku mendekatkan diri ingin melihat lebih jelas apa yang terjadi. Namun, seakan jantungku ingin copot begitulah ekspresiku saat melihat munculnya banyak rambut ke permukaan bak itu. Wajahku seketika menjadi pucat pasi. Rambut-rambut itu sampai tumpah bersamaan dengan darah bercampur bongkahan es kecil dari dalam bak itu. Banyak sekali, sampai bahkan menutupi mata kakiku. Aku naik ke atas Closed, ngeri dan seram pemandangan saat itu.
Aku fokus melihat rambut-rambut bercampur darah yang kini berselemak di lantai kamar mandiku. Tanpa kusadar, ada sosok wanita sangat kurus muncul dari dalam bak. Wajahnya tertutup rambut yang tergerai jatuh hingga menutupi seluruh wajahnya. Kulitnya keriput dan putih pucat. Tampak jelas urat-urat hijau dibalik kulitnya. Tampak bahu kanannya menghitam dan membusuk, bahkan tulang bahunya sampai kelihatan mengembul keluar. Kontan saja kaki dan tanganku bergetar hebat seperti getaran 'Fibrat*r' saat perlahan wajahku menghadap kearah sosok itu.
Aku tak sanggup melangkah, keringat dingin mengucur deras dari keningku.
Tiba-tiba, sosok itu merangkak melalui permukaan bak sampai ke lantai dengan kepalanya terlebih dahulu turun menghadap tanah. Dia terus merangkak menggeliat seperti tak memiliki tulang-tulang. Tiba-tiba dia merangkak naik kedinding kamar mandi sampai berhenti pada loteng kecil dikamar mandiku. Dia merangkak seperti cicak. Aku masih berdiam terpaku sambil merasakan tubuhku yang gemetar semakin hebat karena ketakutan melihat peristiwa itu.
Namun, seketika aku berpikir apa yang ada di loteng kamar mandiku, pikirku.
Sepertinya arwah ini ingin memberi petunjuk padaku. Aku berlari keluar, kuangkat tangga lipat dari gudang, segera kuberdirikan di tengah2 kamar mandiku. Aku penasaran apa yang terdapat pada loteng kamar mandiku. Aku naik perlahan, khawatir jika tiba-tiba ada sebuah wajah seram yang menyambutku diatas sana. Perlahan tapi pasti, kunaiki satu persatu anak tangga itu. Peluhku masih bercucuran (engkau bisa bayangkan betapa takutnya aku saat itu). Saat aku sudah sampai diatas, ku check setiap sudut loteng kecil itu. Kuobrak-abrik dengan gagang sapu namun tidak ada apa-apa kecuali gumpalan-gumpalan debu. Aneh sekali... apa yang ingin sebenarnya diperlihatkan Margosa padaku?
***
Clinggg.... ahaaa.... aku tau...
bukan kamarku yang dimaksudnya. Melainkan kamar mandinya. Kamar 02.
Segera kuangkat kembali tangga lipat itu menuju kamar kosong disebelah kamarku. Langsung kutuju kamar mandinya. Tidak lupa kubawa sebuah senter kecil sebagai alat penerangan. Karena disana masih belum ada lampu. Kupastikan tangga lipat itu berdiri kokoh. Lalu kunaiki pelan-pelan. Sesampai di lotengnya kunyalakan senterku. Dan kuobrak-abrik tiap sudutnya dengan gagang sapu yang kubawa.
Terus kugoyang-goyang gagang sapu itu, hingga tiba-tiba menubruk sesuatu. Setelah kulihat, ternyata sebuah buku. Segera kuambil dan kubersihkan dengan tanganku. Kubuka sampul buku yang terlihat sangat kotor itu, banyak gambar-gambar design baju kebaya di beberapa halaman pertama. Setelah kubuka lembar demi lembar, mataku terbelalak. Itu buku harian Margosa!!!
dia menuliskan serangkai kejadian sadis yang dialaminya. Perlakuan tak manusiawi dari Ayah bang Duon hingga berbagai penyiksaan yang menimpanya.
Segera kututup buku itu. Kumasukkan kebalik bajuku dan kujepit pada celanaku. Aku turun.
Saat akan turun, aku melihat ke bawah.
Margosa memperlihatkan posisi tubuhnya saat meregang nyawa di Bak kamar mandi itu. Sangat sadis dan keji.
Aku menangis ketakutan mendapat penglihatan itu. Mencoba untuk tak melihat kedalam bak, terus kuturuni satu demi satu anak tangga. Kupalingkan wajahku agar tak melihat sosok yang tergeletak tak berdaya didalam Bak.
Dengan buru-buru, aku melangkah keluar membopong tangga lipat kembali ke gudang.
Kemudian aku kembali kekamarku. Kukeluarkan buku harian lapuk dari balik bajuku. Ada tulisan Maria di Covernya.
Lembar demi lembar kubuka buku harian itu, bagus-bagus sekali gambar-gambar kebayanya. Pasti Margosa sangat berbakat pikirku. Ia beberapa kali menuliskan impiannya untuk jadi Designer terkenal. Dia mengidolakan Annie Avante, perancang kebaya ternama Indonesia.
Bahkan ada design kebaya yang digambar Margosa diperuntukkan pada salah satu kontestan Putri Indonesia 2008.
Kubuka-buka terus tiap lembar buku harian Margosa, hingga pada pertengahan buku itu aku melihat ada potongan Foto ayah bang Duon yang tercoret-tercoret tak tentu.
Tulisan Margosa pun menjadi tak beraturan, ia menulis kata "Mati...mati...mati" berulang kali pada foto itu.
Aku berfikir, ada apa dengan ayah bang Duon?? Kenapa Margosa terkesan sangat dendam padanya??
Aku tak dapat membayangkan seperti apa beratnya penderitaan Margosa. Tiap lembar buku hariannya itu menceritakan betapa tak manusiawinya perlakuan Bang Duon dan Ayahnya terhadapa Margosa. Bermula saat Margosa menjadi pelayan rumah makan di Niki-Niki /*Salah Satu kota kecil di NTT*/ ia mengenal Ayah Bang Duon yang kebetulan saat itu sedang ada proyek di NTT. Pada awalnya Ayah Bang Duon sangat baik terhadap Margosa. Saat terlibat pembicaraan kecil ia melihat ketekunan dan kepintaran dalam diri Margosa. Bukan hanya rajin, Margosa juga berbakat memainkan alat musik Sasando yang dikenal susah untuk dimainkan itu. Bahkan ia pandai menggambar bentuk-bentuk baju. Ntah dari mana ia belajar.
Ayah bang Duon menawarkan pekerjaan di Batam pada Margosa, ia memberikan pengertian dan nasehat–nasehat hingga membuat luluh hati gadis malang itu. Sangkin baiknya, Margosa percaya kalau Ayah bang Duon itu adalah malaikat yang diturunkan Tuhan untuk menolongnya. Sifat kebapakan pria tua itu membut Margosa menganggapnya seperti ayah sendiri.
Singkat cerita, setelah berdiskusi dengan orang tua Margosa dengan pengertian-pengertian dan segala masukannya, Margosa pun ikut dengan Ayah bang Duon. Pria tua itu membawanya ke Lombok terlebih dahulu, katanya unuk merampungkan Proyeknya disana. Akan tetapi kemolekan tubuh Margosa membuat buta mata hati lelaki bejat itu, dengan ancaman tak tentu dan iming-iming pekerjaan di Batam ia berhasil merenggut harta Margosa yang paling berharga. Selama seminggu di Lombok, Margosa dijadikan sebagai budak seks pria bejat itu. Bahkan sesekali Margosa ditawarkan untuk menemani rekan bisnis ayah bang Duon yang juga tidak kalah bejat dengan pria tua itu.
Kehidupan tragis Margosa dimulai dari sana. Ia sempat berupaya melarikan diri di Lombok, akan tetapi usahanya selalu gagal. Penyiksaan dan penganiayaan kerap dialaminya saat berada disana.
Singkatnya, Margosa pun berhasil dibawa ke Batam. bukannya mendapatkan pekerjaan yang layak ia malah dijual pada rumah Oukup yang dikenal sebagai pusat prostitusi di kota bisnis ini. 2 minggu menjadi peliharaan baru seorang germo, Margosa berhasil melarikan diri. Telapak kakinya sempat robek sepanjang 10cm karena melompat pagar berduri. Tanpa disangka ia ditolong seorang Pria berperawakan 40-an. Pria itu adalah bang Duon. Margosa tidak mengenal bang Duon, begitu juga sebaliknya. Melihat keadaan Margosa yang mengkhawatirkan, bang Duon membawanya kerumah. Dan Ka Ica mengobati lukanya.
Kamar 02 adalah kamar kost yang diberikan Ka Ica untuknya tinggal. Sepasang suami istri baik hati itu, memberikan kamar kost gratis selama 2 bulan pada Margosa sebelum ia mendapat pekerjaan. Margosa, memang gadis yang baik dan rajin. Ia membantu pekerjaan rumah ka Ica. Mencuci piring, cuci kain, menyapu, ngepel, bahkan memasak pun dilakukannya. Melihat hal itu, ka Ica malah mempergunakan keadaan untuk membuat Margosa menjadi pembantu tanpa bayaran.
4 bulan kemudian, kaki Margosa sudah pulih sedia kala akan tetapi penderitaan yang paling besar menghampirinya. Ia hamil 2 bulan. Ia habis dimarahi dan dimaki ka Ica. Ia ditanyai siapa ayah bayi itu. Margosa bingung menjawabnya, ia tidak tau siapa ayah bayi itu karena sudah terlalu banyak yang menodainya. Karena khawatir bakalan menyusahkannya, ka Ica menyuruh Margosa untuk menggugurkan kandungannya itu. Ka Ica menyuruh Margosa meminum berbagai macam jamu, memakan buah Nanas, dan cara-cara tradisional lainnya untuk menggugurkan kandungan Margosa.
Tepat di bulan November 2008, Margosa mengalami pendarahan hebat. Ada gumpalan darah yang menghitam keluar dari kelaminnya. Ia dilarikan kerumah sakit, rahimnya dikorek oleh dokter karena sisa dari orok itu akan membahayakan nyawanya. Margosa terancam tak akan pernah bisa hamil lagi. Ia sangat terpukul akan kejadian itu.
Setelah itu, Margosa kembali ke kost-kost an Ka Ica. Masih dengan kejiwaan yang terpukul, Ka Ica masih terus memarah-marahi Margosa. Ia mengatakan uangnya telah habis untuk membawa Margosa ke dokter. Margosa dituntut untuk membayar semua itu pada ka Ica, belum lagi hutangnya mengenai uang Kost dan biaya makan di rumah Ka Ica. ka Ica mengatakan kalau Margosa harus membayar Rp. 20 Juta padanya.
Setelah istirahat beberapa waktu, Margosa kembali menjadi pembantu gratis dirumah Ka Ica. disaat pekerjaanya sudah selesai, ia ikut ‘nimbrung’ dengan beberapa penghuni kost. Disitulah ia mengenal Ka Dini. Seorang perempuan tomboy agen or*flame. Ia mengajari dan mengajak Margosa untuk berbisnis produk kecantikan itu. Ka Dini memodali Margosa untuk belanja produk pertamanya. Ia tak pernah segan menawarkan katalog dari produk itu pada siapapun yang dijumpainya.
Mulai dari situ, ia makin banyak kenalan. Sehingga ada seorang supervisor yang menawarkan pekerjaan di PT padanya. Margosa merasa mulai memiliki pengharapan setelah bekerja di PT. ia masih terus menjajakan produk-produk oriflamenya.
Mendengar Margosa telah bekerja, Ka Ica semakin sering menuntutnya untuk segera melunasi hutangnya. Ia hanya bisa meminta belas kasihan dan uluran waktu pada ka Ica. karena stress akan hutangnya, ia selalu bertanya pada rekan kerjanya sesama operator di PT bagaimana cara cepat menghasilkan uang. Mereka malah menyuruhnya untuk bekerja partime di Bar sebagai pelayan. Bermodal pengalamannya sebagai pelayan rumah makan di Niki-Niki, ia pun mencoba bekerja partime di salah satu PUB sebagai waitress. Setiap malam setelah pulang dari PT, ia selalu berangkat ke PUB itu. Disanalah ia bertemu dengan Rukmini. Teman satu kostnya yang ternyata juga bekerja di PUB itu. Perempuan berkulit gelap itu pun mengiming-imingi Margosa mendapatkan uang kontan secara instan.
Yaitu sebagai Pekerja Seks Komersial. Margosa tidak cerita pada Rukmini kalau dia sebenarnya pernah menjadi seoang PSK. Hanya saja dia dipelihara germo sedangkan Rukmini bekerja secara ‘individual mandiri’. Karena memikirkan hutangnya dan tanggungannya pada adik-adiknya di NTT, dengan berat ia pun mengikuti langkah Rukmini.
Malam Tahun Baru 2009, Margosa minum-minum diatap sambil menikmati beberapa toples kecil kue kering bersama Rukmini yang saat itu sudah menjadi sahabat baiknya. Namun tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah mobil putih yang parkir di garasi rumah bang Duon. Bagai tersambar petir, Margosa melihat Pria tua turun dari dalam mobil itu. Ayah bang Duon!!!
Tangannya langsung mengepal, matanya melotot tajam, ketakutan dan dendam menyelimuti pikirannya. Ia melihat sosok yang menghancurkan hidupnya. Rukmini terkejut melihat ekspresi Margosa. Ia menggoyang-goyang tubuh Margosa yang saat itu seperti orang kesurupan sambil bertanya “Kenapa Mar? kamu kenapa? Maria!!”.
Margosa menceritakan kisahnya tentang ayah bang Duon yang menghancurkan hidupnya pada Rukmini. Rukmini terkejut tak menyangka cerita Margosa itu.
Margosa berencana untuk balas dendam, ia merancang strategi untuk membalas keluarga yang menyakitinya hatinya itu.
Pagi itu semua orang masih pada tidur karena begadang menanti pergantian tahun semalam, begitu juga dengan Margosa. Ia tidur dikamarnya, kamar 02. Pintunya hanya tertutup rapat namun tak dikunci. Sepertinya Rukmini pindah kekamarnya saat Margosa sudah tertidur pulas. Rukmini hanya menutup pintu kamar Margosa seadanya, ia tidak mau membangunkan sahabatnya itu.
Akan tetapi, saat itu bang Duon lewat hendak mematikan listrik di belakang. ia melihat Margosa sedang tertidur pulas dari celah pintu kamar yang tak terkunci itu. Timbul hasrat jelek pada pria itu saat melihat kemolekan tubuh Margosa yang saat itu mengenakan kaos ‘you can see’ berwarna kuning dan celana pendek sepaha, ia melihat sekeliling tidak ada siapa-siapa. Sepi sekali, ka Ica juga masih tidur.
Ia pun menghampiri kamar Margosa, dan mendorong pintu secara perlahan. Bang Duon mengunci pintu itu dari dalam, dengan gerakan perlahan ia mengepal mulut Margosa dengan tangan nya. Margosa terjaga dan terbelalak saat melihat bang Duon menimpanya. Ia mencoba berontak dan melakukan perlawanan, namun tubuh tambun bang Duon sepertinya bukan saingannya. Pagi itu, di tahun baru itu, Margosa mengalami penyiksaan seksual secara brutal dari bang Duon. Bang Duon mengancam akan membunuhnya jika ia buka mulut. Margosa hanya bisa menangis dan menyesali hidupnya. Ia ditinggal tergolek lemah tak berdaya tanpa sehelai benangpun di tempat tidurnya yang tipis.
Karena merasa perbuatannya tak ketahuan, bang Duon beberapa kali melakukan hal yang sama pada Margosa. Ia kadang membujuk dan menawarkan keringanan biaya kost pada Margosa. Bahkan pernah sesekali bang Duon menyuntikkan sejenis cairan kimia (biasanya disuntikkan pada anjing atau babi) pada Margosa agar tidak sadarkan diri demi melampiaskan nafsu bejatnya. Serangkaian kejadian itu membuat Margosa menjadi stress, ia kelamaan menjadi seperti orang gila.
Waktu demi waktu berlalu, ternyata Margosa hamil kembali. Padahal ia sempat putus asa setelah rahimnya pernah dikorek dan terancam tidak akan bisa hamil lagi. Dan kali ini ia tahu, bahwa ayah dari bayi yang dikandungnya itu adalah bang Duon.
Ia tak takut lagi, ia berontak. Ia menjumpai bang Duon yang saat itu sedang sendiri dirumahnya dan mengancam akan membeberkan perbuatan bang Duon pada keluarga besarnya. Juga perbuatan ayahnya. Mendengar itu, bang Duon beringas lalu menampar wajah Margosa dengan sangat keras hingga membuat hidung dan bibirnya berdarah. Sambil menangis Margosa berlari kekamarnya. Dan meraung di sudut kamarnya, setelah itulah kejadian yang pernah muncul di penglihatanku terjadi.
Kejadian saat penyiksaan dan penganiayaan secara brutal dan membabi buta yang dialami Margosa. Wajahnya yang robek kena pisau, tubuhnya yang dihempaskan Sasando, Lidahnya yang dipotong hingga lehernya yang diikat rantai. Dan juga mayat yang tergolek bersimbah es Kristal dalam bak. Sangat mengenaskan. Bang Duon melakukan itu sendiri, tak ada yang membantunya.
Aku hampir tak bisa bernafas membaca buku harian itu, sangat kejam dan brutal. Akan tetapi, jika pembunuhan itu terjadi secara diam-diam berarti jasad Margosa juga dikuburkan secara diam-diam pula, pikirku. akan tetapi, dimana jasad Margosa dikuburkan?
Malam ini sunyi sekali, sesekali suara curut (jenis tikus got yang kecil dan menjijikkan) mendominasi malam itu. aku berjalan ke belakang dan sesekali berkeliling di daerah kost-an itu. Mataku jelalatan kesana kemari mencari tumpukan tanah, aku sangat yakin bang Duon pasti menguburkan Margosa di sekitaran kost-an ini. Dia tidak mungkin membawa jauh jasad Margosa.
Sesekali bibirku berucap pelan “ayolah, beri aku petunjuk!!!”
Aku terus berjalan dan berkeliling kost-an itu, namun tak ada sesuatu yang menarik perhatianku.
Akupun berniat kembali ke kamarku. Namun tiba-tiba mataku tertuju pada kedua kamar mandi sumur disamping pompa air tua di sudut kost-kost an itu. Kamar mandi itu tidak pernah digunakan, padahal bangunan nya bagus. Lantainya terbuat dari keramik, air dalam sumur itu pun sangat jernih dan bersih. Hanya saja seluruh permukaannya sudah dipenuhi lumut dan berbagai tumbuhan parasit.
Aku melihat sekeliling kamar mandi itu, sangat tak terawat. Padahal keramik-keramiknya bagus. aku berpikir tidak mungkin Margosa dikuburkan di balik keramik-keramik ini. Aku keluar dari kamar mandi sumur itu. saat menghampiri pompa tua di dekat kamar mandi sumur itu, tiba-tiba aku mendengar suara isak tangis perempuan dari dalam kamar mandi itu. Isak tangis yang sangat menyayat hati. Aku heran, padahal tidak ada siapapun tadi disitu. Sejenak langkahku langsung terhenti, aku yakin arwah Margosa mengikutiku. Aku bisa merasakannya, bulu kudukku langsung merinding. Kembali kuhampiri kamar mandi yang tak terawat itu, kucari dari mana sumber suara isak tangis perempuan yang terdengar memilukan itu.
Saat ku sudah masuk, suara itu terdengar sangat jelas berasal dari dalam lubang sumur. Kuberanikan diri untuk melihat kedalam, gelap sekali. Segera kunyalakan lampu senter dari mancis yang berada disakuku. Saat kulihat kedalam tiba-tiba kepalaku terasa sangat sakit sekali. Aku sampai tertunduk kelantai kamar mandi itu sangkin sakitnya. Namun, aku melihat sosok bang Duon yang menyeret kaki Margosa. Di tengah-tengah kamar mandi itu, Bang Duon melilitkan rantai anjing di leher Margosa lalu diikatkan pada sebongkah batu besar. Dengan kejam, jasad itu ditelanjangi dan dibuang kedalam sumur. Kedalaman sumur itu mampu menelan bayangan tubuh Margosa yang tenggelam kedasar sumur karena terikat pada bongkahan batu besar itu.
Kini aku tau kalau kejadian ini, adalah serangkai penglihatan ghaibku yang kedua yang ditunjukkan oleh arah Margosa padaku.
Saatku membuka mata, hari sudah pagi ternyata aku sudah berada dikamarku. Ada bang Gabe dan bang Kedup disitu.
“eh…udah sadar kamu Dam?”, tanya bang Kedup, pemilik kamar 12. Kamar yang dekat dengan kamar mandi sumur. Kurasakan nyeri disekujur tubuhku saat mencoba untuk duduk,
“koq kamu bisa pingsan disana?”, lanjut bang Kedup
Pingsan?? Ternyata semalam aku pingsan?? Pikirku.
Kumulai mengingat kembali apa yang kulihat semalam, itu sangat jelas. Aku harus melaporkan hal ini pada polisi. Sudah cukup bukti yang kudapatkan. Buku harian Margosa adalah juru kunci kasus ini.
Aku menceritakan kejadian yang selama ini menimpaku pada bang Kedup dan Bang Gabe, tak lupa aku juga membeberkan semua penglihatan-penglihatan dan petunjuk dari arwah Margosa pada Rukmini, Ka Rumi danKa Dini yang selama ini bingung akan hilangnya Margosa.
Mereka ada yang percaya dan ada juga yang meragukan ceritaku, namun seelah menunjukkan buku harian dan tulisan Margosa mereka sedikit percaya padaku. Ka Rumi yang kebetulan memiliki pacar seorang polisi, segera menghubungi kekasihnya itu dan minta bantuan untuk menyelidiki kasus ini.
Selama beberapa minggu pacar ka Rumi sering bertamu ke kost-an kami, dengan tujuan mengumpulkan petunjuk alami dan sekalian meyelidiki bang Duon.
Segera setelah itu, kasus ini pun diusut ke pihak yang berwajib. Untuk memerjelas bukti, polisi menurunkan beberapa team untuk turun kedalam sumur tua itu guna memastikan masih adakah sisa petunjuk akurat seperti yang kuceritakan dalam penglihatanku itu. Saat itu suasana di kost-an kami sangat ramai dan riuh. Banyak spekulasi dan praduga yang terdengar dari mulut mereka. Selang beberapa menit tiba-tiba salah seorang team yang berada dalam sumur itu, menemukan sebuah tengkorak yang terikat pada sebongkah batu besar. Leher tengkorak itu masih terikat rantai,
Rukmini menangis meraung-raung melihat tengkorak sahabatnya itu, ka Rumi dan Ka Dini juga menangis sejadi-jadinya. Bang Duon dibawa ke kantor polisi untuk diperiksa. Begitu juga dengan ayahnya bang Duon, beliau juga dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.
Hari-hari pun berlalu, keadaan kost-kost an menjadi suram setelah banyaknya penghuni yang pindah. Begitu juga dengan aku. Disaat aku sedang membereskan barang-barangku, tiba-tiba saja kudengar sebias suara petikan sasando. Kuhentikan kegiatanku, kufokuskan untuk mendengar suara itu. Rupanya suara itu berasal dari dalam kamar mandiku. Aku beranjak dan menghampiri kamar mandiku. Kubuka pintunya secara perlahan. Tiba-tiba kulihat ada sosok wanita mengenakan pakaian adat Flores berambut sebahu berdiri dihadapanku. Dia tersenyum padaku, dia adalah arwah Margosa. Aku yakin dia ingin mengucapkan terima kasih padaku. Aku tersenyum padanya. Aku sangat bahagia bisa membantu arwah wanita malang itu. Serangkaian peristiwa mistis yang kualami, menambah pengalaman berhargaku. Aku tak boleh lagi takut pada hantu, karena kuyakin jikalau mereka ingin memperlihatkan diri padaku pasti ada pesan dibalik itu.
*TAMAT*
Namun TIBA-TIBAAAA...... Tanganku menyentuh sesuatu yang ku pikir adalah Bayi. Aku tersontak melompat dan kurasakan nafasku terengah. Jantungku seakan berpacu melawan waktu. Apakah....Aku mencoba menepis segala praduga ku. Kembali kuberanikan diri meraba isi dalam bak itu. Tanganku mengaduk tak tentu arah. Aku sangat yakin tadi telah menyentuh sosok yang kenyal dan janggal berada dalam bak kamar mandi. Akan tetapi tanganku tak menyentuh apapun lagi kecuali air yang menyegarkan. Aku mencoba memasukkan kedua tanganku untuk memastikan bahwa aku tadi telah menyentuh sesuatu yang aneh. Tidak ada apa-apa disitu. Aneh, pikirku. Aku yakin tadi telah menyentuh sebuah benda. Ah sudahlah, mungkin hanya perasaan ku saja. Walaupun demikian, hatiku tetap tak tenang. Kegelapan dalam kamar mandi itu menyuruhku untuk segera menyelesaikan mandi ku. Kulihat keluar, rintik hujan sudah mulai turun. Aroma tubuhku kembali harum setelah berlumur sabun beraroma "Kulit Manis dan Jahe. Kubalutkan handuk merah milikku sembari ku 'Lap' seluruh tubuh ku yang masih basah. Alangkah terkejutnya aku saat kurasakan kaki ku seperti menginjak rambut. Sontak aku melompat. Apa itu tadi pikirku...Perlahan kubuka pintu kamar mandi mencoba mendapatkan sedikit cahaya dari ruang kamar kosong yang tadi lampunya kunyalakan. Aku melangkahkan kaki ku keluar kamar mandi namun tanganku masih menahan pintu kamar mandi itu dengan sedikit menunduk memperhatikan lantainya. Apa yang tadi kupijak?? Kamar 02 ini sangat aneh, apa yang telah terjadi disini sebelumnya pikirku. Aku tak melihat apapun kecuali lantai basah. Ah sudahlah....jangan pikir aneh2.Segera kuambil seluruh perlengkapan mandiku kecuali shower puff. aku lupa mengambilnya.Segera kutinggalkan kamar kosong itu dan kututup rapat pintunya. Aku kembali ke kamarku. Kamar 03, yang terkenal harumnya menyerbak sampai keluar. Wajar saja, aku sangat menyukai wangi-wangian. Selain pewangi semprot otomatis, aku juga memiliki aroma terapi dan pewangi gantung yang kuletakkan hampir di setiap sudut kamarku. Kamar mandi milikku pun selalu kusemprot dengan pewangi yang senada. Tak heran seluruh tetangga kost betah maen kekamarku. Katanya kamarku sangat berbeda dengan kamar kost cowok kebanyakan. Kamarku bersih, rapi, wangi dan adem. Aku selalu tersenyum simpul mendengarnya. Hidup bersama Ibu dan ketiga Kakak perempuan ku membiasakan diriku untuk selalu bersih dan rapi. Menghias rumah dan selalu menata ruangan sudah pemandangan rutinitas dirumah kami. Itu sebabnya aku tak betah melihat hal yang berantakan. Aku membuka lemari dan mengambil pakaianku. Handuk merah masih membaluti pinggangku. Kupilih kaos oblong warna putih dan celana bola berwarna merah (Seragam SD kale yak? Hihihihihi). Kunyalakan TV kuhidupkan Kipas. Akhir-akhir ini cuaca sangat tidak bisa diajak kompromi. Panas sekali. Aku sampai bereksperimen membuat "AC buatan dari Stereofom" dan itu berhasil membuat suhu dikamarku menjadi adem. Syukurnya saat ini hujan turun, paling tidak aku bisa santai dikamarku tanpa harus memasang "AC-AC an" milikku. Ku ambil 2 kaleng cemilan yang parkir disudut lemari. Kupilih beberapa yang enak temen ngopi. Kemudian aku menyeduh kopi instan yang beraroma Coklat cream. Enak banget suasana begini. Namun, terbersit dipikiranku kejadian saat mandi dikamar 02 tadi. Sebenarnya apa yang terjadi? Hujan semakin deras, aku keluar dari kamarku berjalan menuju kamar kosong yang tepat berada disebelah kamarku. Kubuka pintu kamar kosong itu, secara perlahan kulihat sekeliling ruangannya. Kakiku perlahan melangkah menuju kamar mandinya. Tanganku mendorong pintu kamar mandi itu, semakin gelap dan tak terlihat apa2. Aku masuk kedalam kamar mandi itu, mencoba memperhatikan kembali bak nya. Kejadian tadi sangat membuatku penasaran. Kudekatkan wajahku pada bak itu, mataku mengecil tanganku menggapai. Apa tadi yang berada dalam bak ini pikirku....Sesaat kemudian, aku merasakan seseorang berjalan tepat dibelakangku. Aku berbalik tiada siapapun disitu. Aku keluar dari kamar mandi itu dan melihat seisi ruangan. Tiada siapapun, segera aku menuju pintu mencoba mencari barangkali ada tadi yang masuk. Hanya rintik hujan yang semakin berpacu menyambutku. Tidak tidak, ini bukan ilusi. Aku yakin tadi ada orang berjalan dibelakangku. Aku bisa merasakannya. Aku kembali kekamar mandi itu, panasaranku harus kuselesaikan. Seketika seperti ada sosok bayangan sedang duduk di closed. Aku tersontak, ternyata tak ada siapapun disana. Ah sudahlah, mungkin cuma perasaan ku saja. Kututup pintu kamar mandi itu, aku keluar dari kamar 02 kembali menuju kamarku. Kopi dan cemilanku menunggu disana.
***
Juntaian Hujan masih terus berjatuhan, rutin namun semakin kecil. Tidak sederas tadi. Aku merebahkan tubuhku dikasur, kubiarkan gelas kopi yang kosong beserta kaleng cemilanku tergeletak dilantai. Kuputar MP3 favoritku, chart Novita Dewi dengan lagu 'Jejak Luka' masih betah menjadi lagu favoritku saat ini. Gilak, keren banget suara nih cewek pikirku. Suasana gerimis menemani waktu bersantai ria ku bagai nyanyian Nina Bobo. Mataku seakan terpejam mengikuti cresendo suara Novita Dewi dan musik alam dari Rintik hujan. Ughhh....nyaman sekali....Aku semakin memasuki dunia Nirwana, alam bawah sadar menuntunku melewati 'De Javu'. Ada sosok berdiri tepat di pintu kamarku yang sedang terbuka. Basah dan tampak menggigil. Air mengucur deras dari gaunnya yang tampak berwarna lapuk. Semakin ku seksama, dia seorang wanita. Berdiri membelakangi pintu kamar ku. Sepertinya wanita itu tidak pernah kulihat di kost-an ini. Aku mencoba menyapa nya, "maaf, kaka siapa?" Dia diam tak memperdulikan ku. Aku beranjak dari kasurku, kulangkahi gelas kopi yang tergeletak dilantai. Sekarang dia tepat dihadapanku. Berdiri membelakangi ku."Halo... maaf ada perlu apa?", tanyaku. Dia masih diam tak menggubris. Siapakah wanita ini? Pikirku. "Halo?", kumencoba menyentuhnya. aneh sekali kenapa wanita ini sampai basah kuyup seperti mandi basahan dari sungai. Padahal hujan sudah tidak terlalu deras. Apalagi, kalau dia kehujanan setidaknya dapat berteduh didepan kost-kost an ini. Tanganku menggapai punggungnya, "Maaf, cari siapa?", tanyaku. Perlahan dia menoleh, betapa terkejutnya aku, wajahnya pucat seperti kulit mayat, bibirnya menghitam dan rambutnya lepek. Dari bahunya tampak bercak merah. Setelah kupandang secara seksama, ada darah mengucur dari kepalanya. Ya Tuhan... ssssiapa kamu? Tiba-tiba ia melotot padaku, dengan jelas kulihat matanya yang agak menguning dan bibir yang membiru seakan tersenyum dingin padaku. Dia mulai membuka mulut, mencoba menjawab pertanyaan ku. Dan betapa terkejutnya aku, dia tidak memiliki lidah. Banyak darah bercucuran dari mulutnya. Lidahnya dipotong!!! AAPAAA?!!! Kakiku gemetar, tanganku tak bisa kugerakkan. Tubuhku seakan terguncang gempa berkekuatan 10 SR. Perlahan kakinya melangkah mendekatiku, sepertinya dia tidak merasakan sakit sedikitpun. Darah semakin deras mengucur dari kepala dan mulutnya. Berjatuhan sampai menyelimuti mata kaki nya. Bibirnya masih tersenyum getir. Perlahan tangannya diangkat dan diletakkan di pundak kananku. Aku tak dapat mendefinisikan dengan kata-kata seperti apa ketakutan yang kualami saat itu. Tiba-tiba wajahnya berubah. Melotot dan tak ada lagi senyum getir disana. Pandangannya tajam menembus kornea mata ku. Dia membuka mulutnya dan teriak didepan wajahku....HAHHH... aku tersontak... Aaaa ap apa yang terjadi pikirku. Ternyata aku mimpi. Hedeeewh... Jantungku masih berdegup kencang, keningku berkeringat. Gelap sekali, sudah jam berapa ini? Kulihat arlojiku, jarum menunjuk arah pukul 18.16 WIB. Aduh... tiba-tiba aku merasakan nyeri di pundakku sebelah kanan sampai aku kesulitan menggerakkan tanganku. Mungkin aku salah tidur, pikirku. Kulihat keluar jendela, hari semakin gelap. rintik hujan pun sudah selesai memainkan perannya. Tinggal tetesan sisa gerimis bergelantungan di dahan pohon. Seram sekali mimpi tadi, akhhh... betul kata orang tua, pamali kalau tidur pas Maghrib apalagi kalau hujan turun. Bisa-bisa mimpi buruk, yah persis yang kualami tadi. Segera kunyalakan lampu kamarku, kubereskan gelas dan kaleng cemilan yang berserakan di lantai. Kurapikan kasur dan bantalku. MP3 ku masih menyala, sekarang suara Jennifer Hudson mengambil alih. Akupun mematikannya, "sudah cukup panas ini, dari tadi tak berhenti". Setelah itu, kemenuju kamar mandiku, mungkin setelah mandi aku akan merasakan segar kembali. Hanya saja rasa nyeri di pundak kananku masih betah disana membuat aku kewalahan membuka pakaianku. Seandainya pacarku disini, aku pasti minta tolong untuk membukakan satu persatu pakaianku (hihihihi....ngeres kan... syukurnya pacarnya kagak ada jiahhhhahaha).
Akhirnya aku berhasil membuka seluruh pakaianku, betapa terkejutnya aku saat melihat tubuhku dari cermin. Pundakku sebelah kanan 'membiru' dan seperti muncul urat-urat kecil berwarna hijau menjalar hampir memenuhi tangan kananku. Aku terkejut dan ketakutan. Kenapa ini?? Hah.... apakah ada sangkut pautnya dengan mimpiku tadi? Aku mencoba menyentuh pundakku itu, nyeri sekali seperti baru mengangkat batang kelapa seberat 80 Kg. Namun aneh sekali, kenapa bisa sampai begini. Aku ingin cepat-cepat mandi agar langsung kedokter. Apa sebenarnya yang telah terjadi pada pundakku? Saat ku ingin menyabuni tubuhku, aku tersadar Shower Puff ku tidak berada ditempatnya. Ahhhh... pasti ketinggalan di kamar mandi sebelah saat tadi aku mandi disitu. Bagaimana aku membuat busa kalau tidak memakai Shower Puff itu? Akupun membalutkan handuk kepinggangku, berjalan menuju kamar 02. Perlahan aku masuk ke kamar itu, kamar mandinya gelap dan suram. Kumencoba mengingat dimana tadi kuletakkan Shower Puff ku itu. Aku meraba dipinggir bak, namun Shower Puff ku tak ada. Atau jangan-jangan terjatuh kedalam bak? Kumulai meraba isi bak. Anehnya tak ada lagi air disitu. Kering. Dan.... tanganku seperti menyentuh Kepala manusia.... AAAAAA...... aku terperanjat. Apa itu?! Kakiku bergetar, Aku segera keluar...Namun tiba-tiba langkah ku terhenti. Shower Puff ku bergantung di paku dekat Saklar. Kenapa bisa ada disini? Kupercepat langkah ku meninggalkan kamar kosong itu setelah mengambil shower puff ku. Apa tadi yang tersentuh tanganku didalam bak itu? Pikirku. Aku cepat-cepat mandi. Bahkan busa sabun cair tidak membaluti seluruh tubuhku. Baru kali ini aku mandi seperti ini. Biasanya aku betah berlama-lama menggosok tubuhku dengan kepulan busa sabun beraroma Kulit manis dan Jahe dari Shower Puff hijauku. Tapi aku segera kedokter untuk menanyakan hal ini. Ada apa dengan Pundakku? Kakiku masih bergetar mengingat peristiwa di kamar mandi gelap itu. Aku yakin tadi aku menyentuh Kepala manusia. Itu bukan bola. Aku bisa merasakannya. Tersentak aku terdiam, suara Sasando mengalun dari kamar sebelah. Berbisik menyeruak lapisan dinding kamar mandiku. Anehnya, aroma Kulit Manis dan Jahe dari sabunku perlahan hilang berganti menjadi aroma Melati. Semakin kucermati suara itu semakin jelas terdengar di telingaku. Indah sekali bunyinya. Akan tetapi....Siapa memainkan sasando dari kamar kosong itu?? Dan bau melati dari mana ini?? Rasa takutku semakin tidak karuan. Goyangan gayung semakin tak tentu arah mendayung air. Air bertumpah kesana kemari tidak menyiram tubuhku dengan baik. Itu pun tak lagi kuperdulikan. Aku yakin saat ini aku sedang di teror sosok yang tidak dapat kulihat. Ku ambil handukku dan ku Lap tubuhku yang ku yakin saat itu tidak sebersih biasanya. Aroma Melati masih memenuhi kamar mandiku dan kini mencoba menembus seluruh ruangan kamar kost ku. Kubuka lebar pintu kamar ku dan kupasang kipas dan menekan Tombol 3. Berharap aroma melati itu hilang. Spontan mulutku bernyanyi lagu rohani. (Gini nih, kalau lagi digangguin setan baru inget Tuhan hedehhhh....)Aku memilih baju berlengan panjang berwarna Toska dan jeans yang minggu lalu baru kubeli dari Malaysia. Orang bilang aku mirip aktor Thailand kalau pake baju itu (Eakkkkk... ke-PD-an).Aku bergegas ke Hospital terdekat dengan menyewa Taxi yang kebetulan lewat di depanku.
***
Aku tlah sampai di Hospital, kemana aku harus bertanya yah? Aku menuju Apotik, seorang gadis muda mengenakan pakaian putih-putih sedang santai disana. "Sus, maaf... saya mau periksa. Lengan saya sakit. Agak kebiruan gitu, padahal saya gak nabrak apa-apa. kira-kira kenapa yah?" "Boleh saya lihat bagian mana yang sakit pak?", tanyanya. "Oh tentu...", sambil menunjukkan pundak kananku, aku sedikit membungkuk pada gadis itu. "Tidak ada apa-apa pak. Bahu anda baik-baik saja", katanya. Haaaa?? Aku terkejut. Baik-baik saja?? Jelas-jelas tadi aku melihat dari cermin kalau pundak kananku membiru dan urat-urat hijau menjalar memenuhi tangan kananku. "Masa sus? Coba periksa sekali lagi deh." Kataku sembari menarik lengan bajuku memperlihatkan pundak kananku pada gadis cantik itu. "Beneran pak, bahu anda baik-baik saja. Tidak ada lebam sedikit pun. Lihat saja" katanya sambil mendekatkan cermin padaku Kuperhatikan pundakku dari cermin itu, memang tidak terjadi apa-apa. Pundakku terlihat baik-baik saja. Rasa nyeri yang kurasakan tadi pun tidak lagi ada. Kugerak-gerakkan tangan kananku, tidak sakit sama sekali. Sepertinya tanganku tidak kenapa-kenapa. Kutarik lengan bajuku, tidak ada lagi urat-urat hijau yang tadi menjalar disana. Aku yakin aku mengalami kejadian mistis. Aku tersenyum pada penjaga apotik itu, "maaf sus, seperti nya saya salah" kataku. Iya tersenyum membalasnya. Kalau aku bersikeras mengatakan kejadian tadi, mereka pasti akan menganggapku gila. Dengan menyimpan berjuta pertanyaan, aku berjalan meninggalkan Rumah Sakit. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada sosok wanita yang berdiri diujung lorong gelap di sudut Rumah Sakit itu. Rambut sebahu mengenakan gaun sampai semata kaki. Sepertinya aku pernah melihatnya pikirku. Ah sudahlah... aku melangkah meninggalkan Rumah Sakit itu. Setelah makan dari Rumah Makan Minang, aku pulang ke kost. Walau masih menyimpan sejumput kekhawatiran, aku memberanikan diri untuk pulang. bagaimanapun, itu kamarku.
***
Aku merogoh kantong celanaku tuk mengambil kunci. Namun, sifat ingin tahuku mendorongku untuk kembali memperhatikan kamar 02. Yang ternyata lampu nya sudah dimatikan oleh pemilik kost. Perlahan kakiku merayap mendekati kamar kosong itu. Gelap dan dingin suasananya. Kenapa tidak pernah ada orang betah tinggal di kamar ini pikirku, paling lama hanya 1,5 bulan. Sungguh pertanyaan yang besar, kejadian apa sebenarnya yang kualami tadi?? Aku merogoh kantong celanaku tuk mengambil kunci. Namun, sifat ingin tahuku mendorongku untuk kembali memperhatikan kamar 02. Yang ternyata lampu nya sudah dimatikan oleh pemilik kost. Perlahan kakiku merayap mendekati kamar kosong itu. Gelap dan dingin suasananya. Kenapa tidak pernah ada orang betah tinggal di kamar ini pikirku, paling lama hanya 1,5 bulan. Sungguh pertanyaan yang besar, kejadian apa sebenarnya yang kualami tadi?? Segera kutepis keingintahuan ku. Aku khawatir malah membuat ruyam hari-hariku. Aku kembali kekamarku, hidung ku mengendus mencoba mencium apakah bau melati tadi masih betah didalam? Syukurlah, tidak ada lagi. Sekarang hanya aroma pewangi ruanganku yang berperan aktif. Kunyalakan TV untuk meramaikan suasana, di bulan Ramadhan seperti ini orang-orang banyak yang pulang kampung. Itu sebabnya kost-an ditempatku sepi sekali seperti kuburan. Hari-hariku hanya diisi dengan menonton dan dengar musik. Dan ntah kenapa, aku cukup betah akan itu. ku ambil buku gambar milikku (emang sih, nih cowok punya banyak banget bakat. Bisa nge-gambar, nyanyi, ngarang, and apa aja dia bisa kayaknya. Hebat juga yah... gileee) sepertinya udah lama aku tidak menggambar, apalagi tidak ada siaran TV yang bisa membuat stereo mataku. Aku mulai menarikan pensil diatas buku gambar berukuran A4 itu. Dari dulu, aku memang lebih suka menggambar wanita dari apapun. Banyak orang bertanya, kenapa harus selalu 'gambar wanita'? Yah... wanita itu lambang kecantikan, aku dapat meng-explore tiap detail elemen kecantikan jika menggambar wanita. Rambut lurus atau ikal, diikat atau digerai, gaun atau kemeja, sendal atau sepatu, apapun dapat terjelajah jika menggambar wanita. Dan tidak sedikit memuji hasil karyaku. Bahkan gaun atau kebaya yang kugambar sudah pernah dijadikan gaun sungguhan. Begitu juga tatanan rambut yang kuciptakan. Hasilnya cukup fantastis. Aku tak menyangka, coretan-coretanku yang kuanggap standar itu ternyata bisa menghasilkan karya memukau. Pernah suatu kali aku menggambarkan kebaya untuk wisuda kakaku, sang penjahit angkat tangan. Katanya elemennya susah. Ini pasti milik designer mahal katanya. Aku cukup tertegun akan itu.
***
Tanpa kusadar, aku hampir selesai menggambar. Semakin bagus kelihatannya hasil gambarku kali ini. Wanita dengan rambut ikal sebahu dengan pandangan tajam. Aku tersenyum melihat gambar ku, akan tetapi tiba-tiba dahiku mengernyit....Wanita ini.......Wanita ini kan, wanita yang ada dalam mimpiku tadi sore...Iya, tidak salah lagi.... aku melihat jelas matanya...Kenapa aku tiba-tiba menggambar wajahnya?? Hahhhh.... aku menjauhkan buku gambar itu. Tanganku berkeringat. Kupijit pelan kepalaku, sepertinya rasa pusing menghinggapi. Ada apa ini? Siapa wanita ini? Kenapa dia datang kemimpiku dan tiba-tiba hadir dalam lukisanku? Semakin janggal kurasa. Suara TV masih meramaikan ruangan kamarku, akan tetapi pikiranku melayang ntah kemana. Kuteringat bunyi sasando dari kamar 02. Aku belum terlalu tua untuk berhalusinasi sampai beberapa kali dalam waktu yang bersamaan. Jelas terdengar oleh telingaku suara musik itu bergema mengalun lembut dari celah-celah kamar mandiku. Itu memang suara Sasando. Alat musik khas dari NTT. Aku tidak mungkin salah. Aku segera keluar kamar, berniat ingin menanyakan siapa penghuni kamar 02 itu terdahulu pada pemilik kost. Kututup kamarku, dan aku menoleh ke arah kamar kosong yang tepat berada disebelah kamarku itu. Aku berpaling dan melanjutkan langkahku. Namun, aku terhenti....Kembali aku menoleh ke arah kamar 02. Sepertinya aku melihat seseorang sedang mengintip melalui kaca nako dari dalam kamar yang gelap itu. Pandanganku tak bisa dibohongi, tadi aku melihat sesuatu pikirku. Aku berpaling arah menjadi bergerak pelan menuju kamar 02 itu. Kuperhatikan beberapa kamar kost yang masih ditinggali pemiliknya, tertutup rapat. Hanya aku seorang berdiri disitu, dibawah pohon belimbing yang sesekali masih meneteskan sisa air hujan yang masih bergelayut didaunnya. Aku mendekati nako kamar kosong itu, kujelikan pandanganku kearah kaca nako dimana tadi kulihat sepasang mata memperhatikanku. Kulebarkan kaca nako dan kudekatkan wajahku untuk semakin seksama memperhatikan isi dalam kegelapan kamar 02 itu. AKU TERPERANJAT....A aakk ak aku melihat.......Aku berpaling arah menjadi bergerak pelan menuju kamar 02 itu. Kuperhatikan beberapa kamar kost yang masih ditinggali pemiliknya, tertutup rapat. Hanya aku seorang berdiri disitu, dibawah pohon belimbing yang sesekali masih meneteskan sisa air hujan yang masih bergelayut didaunnya. Aku mendekati nako kamar kosong itu, kujelikan pandanganku kearah kaca nako dimana tadi kulihat sepasang mata memperhatikanku. Kulebarkan kaca nako dan kudekatkan wajahku untuk semakin seksama memperhatikan isi dalam kegelapan kamar 02 itu.
AKU TERPERANJAT....A aakk ak aku melihat.... seekor kucing hitam mati tergantung di dinding kamar tepat berhadapan dengan kamar mandi. Hahhh... apa itu.... ku coba melihat kembali untuk memastikan kalau itu memang benar-benar seekor kucing. Kembali ingin kudekatkan wajahku pada kaca nako... aku tersontak dan melompat hampir terjatuh... wajah pucat seorang wanita menyambutku dari balik nako dengan tatapan tajamnya. Kontan aku melompat dan berlari, bisa kurasakan jantungku berpacu seperti mesin jahit saat itu. Aku berlari menuju rumah pemilik kost, tubuhku bergetar dingin. Aku yakin wajahku pucat sekali. Kuketuk pintu rumah itu sembari memanggil Ka Ica, Ibu Kost kami. Ka Ica muncul, wajahnya kebingungan melihatku. "Kenapa kamu?" Tanya nya."Ha han Han....""Han apa?!" "Han...han...Hantu...Ka... ada hantu...!!" "Hantu? Hantu apaan?" "Ikkhhh... ada hantu di sebelah kamarku!!" "Aihh... kamu jauh lebih seram kali dari hantu" "Ka ICAAA... Ikhhh... aku serius....aku lihat hantu di kamar 02" "Adam, kalaupun hantu itu ada, pasti mereka yang bakalan takut sama kamu!!" "Isshhh.... sumpah ka... aku gak boh...", tiba-tiba saja aku lihat sebuah golok bersimbah darah tergeletak di wastafel dapurnya ka Ica. Tampak Bang Duon, suami ka Ica lewat dari kamar mandi sambil sesekali menyeka tangannya. "Ka, itu darah apa?", tanyaku setengah berbisik pada Ka Ica. "Ohhh... itu, Bang Duon tadi motong ayam", katanya. "Udah ya Dam, kakak mau masak... udah... gak usah takut, percaya deh kamu masih lebih menakutkan dari hantu", sambungnya. "Terus ya terus..." ishhh, gak guna ngomong sama nih perempuan. Yang ada malah bikin jengkel. Aku melangkah kembali ke kamarku, ku mencoba tak menoleh ke kamar 02. Aku fokus pada kamarku. Tanganku masih gemetar membuka pintu. Sesaat pintu kamarku terbuka, kupercepat gerakanku untuk segera masuk. Langsung kukunci pintu itu, segera kurebahkan tubuhku dan bertelungkup dengan selimut. Sumpah, aku ketakutan sekali. Namun kejadian yang sangat tidak mengenakkan terjadi, yappp "Mati Lampu", aishhhh... kenapa sih harus sekarang?! Timing yang sangat tidak tepat pikirku. Sisa keberanianku secuil kugunakan untuk meraba-raba dimana lilin berada. Yesss, I got it... seperti mendapat Sekoper Dollar seperti itulah raut wajahku saat mendapat lilin itu. Kunyalakan lilin itu dan kuletakkan diatas meja beralass keramik kecil. Kembali aku telungkup dengan selimut, panas juga lama2. Namun kutahan. Tiba-tiba tubuhku merasakan ada sesuatu disampingku. Sesuatu yang berbaring juga di kasurku. Perlahan kugeser tubuhku mencoba memastikan. Aku berharap itu hanya guling. Namun ini berbeda. Berat dan tidak seempuk guling. Ku turunkan perlahan selimut ku.... Perlahan kuberanikan menoleh. Dan....... AAAAAAAAA A A A........ Kunyalakan lilin itu dan kuletakkan diatas meja beralass keramik kecil. Kembali aku telungkup dengan selimut, panas juga lama2. Namun kutahan. Tiba-tiba tubuhku merasakan ada sesuatu disampingku. Sesuatu yang berbaring juga di kasurku. Perlahan kugeser tubuhku mencoba memastikan. Aku berharap itu hanya guling. Namun ini berbeda. Berat dan tidak seempuk guling. Ku turunkan perlahan selimut ku. Aroma melati menyengat menembus lubang hidungku. Dapat kurasakan dinginnya angin malam yang memberontak masuk dari celah-celah nako kamarku, dingin menusuk dan mencekam jatuh menghempas wajahku. Perlahan kuberanikan menoleh. Dan....... AAAAAAAAA A A A....Aku rasakan darahku mengucur deras melewati setiap serambi dan bilik jantungku seakan banjir melewati tiap nadi dan membuat setiap peredaran darahku bergejolak mengalir tak tentu arah. Sosok wanita tergolek lemah disampingku. Gaunnya lusuh dan kusam, ia tampak basah dan berdarah. Ketakutan yang tak terhingga membuatku tak bisa bergerak. Aku tak dapat memikirkan apapun. Teriak pun sepertinya aku tak sanggup. Hanya air mata yang kurasakan mengucur deras dari kelopak mata ku. Tubuhnya gemetaran, kedinginan dan sesekali kudengar tangisan kecil dibalik wajahnya yang tertutup rambut yang lepek. Namun, hal yang sangat tidak kuharapkan terjadi. Ia menggerakkan kepalanya kearahku. Bermodal cahaya dari lilin, kulihat matanya yang menguning melotot seperti ingin menerkamku. Dari mulutnya tampak darah kental jatuh membasahi dagunya. Dan tiba-tiba saja kurasakan kakiku dingin seperti mati rasa. Tanganku kejang dan mulutku kaku. Mataku melotot dan mulutku terbuka terbata. Seperti ada hempasan balok menghampiri dan menghujam tubuhku. Aku mencoba menggeliat namun tak bisa. Kurasakan perutku sakit sekali. Lengan kananku juga perih sekali. Sepertinya oksigen pelit mendesir sepoi di hidungku. Aku kesusahan bernafas. Sepertinya aku dibawa oleh arwah itu. Namun kini kumulai tersadar aku sudah tidak lagi berbaring. Aku berdiri. Namun kulihat ragaku masih tergeletak dikasur. Melotot dan terbata. Ada kekuatan yang menuntunku bergerak meninggalkan ragaku. Anehnya tak ada lagi perasaan takut yang kurasakan. Aku bergerak keluar dari pintu kamarku. Berjalan menuju kamar 02. Anehnya, kamar itu tidak lagi seperti ruangan kosong. Banyak barang didalamnya. Lemari, TV, Kasur, dan lantainya juga bersih. Ada Sasando kulihat disudut dinding. Seorang wanita paruh baya tampak sedang menangis ketakutan. Seorang wanita yang kalau kuperhatikan berperawakan seperti Suku Flores. Kulitnya tidak terlalu gelap. Rambutnya ikal sebahu. Ia menangis ketakutan disudut kamarnya menoleh kearah pintu. Akan tetapi sepertinya dia tak melihat aku. Matanya sembab. Terlihat maskara dan eyeliner berselemak mengelilingi matanya. Tiba-tiba ada bang Duon lewat dari hadapanku, masuk kedalam kamar wanita itu. kuperhatikan saat itu sekeliling kost sangat sepi. Aku sadar kalau ada suatu kekuatan yang ingin memperlihatkan kejadian lalu padaku. Aku hanya ilusi. Mereka tak menyadari kehadiranku. Aku segera masuk kedalam kamar itu. Kulihat bang Duon membabi buta menampar dan menghajar wanita Flores itu. Dengan tak berbelas kasih ia menarik rambutnya dan sesekali menghempaskan kepala wanita itu kedinding. Wanita itu hanya bisa menangis histeris dan teriak. Ia memohon memegang kaki bang Duon. Namun, bang Duon tak menggubris. Ia mengambil sasando yang berada di sudut dinding dan menghempaskannya pada tubuh wanita itu. Wanita Flores itu mengelak!! Hingga Sasando itu retak menghempas mengenai bahu kanannya. Ia menggeliat kesakitan. Tanpa ampun, bang Duon menjambak rambut ikalnya dan menariknya ke kamar mandi. Kaki bang Duon sesekali menendang dan menginjak perut wanita Flores itu. Bang Duon menarik rambutnya membuat kepala wanita itu mendongak. Bagai tersambar petir, kulihat bang Duon mengeluarkan Pisau kecil dari sakunya dan menikamkan pisau itu pada bahu kanan wanita malang itu. Wanita itu teriak, mulutnya menganga dan histeris kesakitan. Bukan hanya itu, bang Duon mencabut pisau yang tertusuk dibahu wanita itu dan menggoreskannya pada lidahnya. Hingga, mulutnya bersimbah darah. Ia tergeletak. Meringis dan tak bisa lagi berteriak. Wajahnya mengatakan kepasrahan. Ia tau ini akhir hidupnya. Bang Duon mengambil rantai yang biasa digunakan anjing ia lilitkan pada leher wanita Flores itu. Ia tarik kencang rantai itu hingga membuat mata wanita itu seakan keluar. Ia lemas, mati tak berdaya. Bang Duon mengangkat jasad wanita itu dan dimasukkan kedalam bak kamar mandi. Dengan mersimbah darah, tampak tubuh terkulai terlipat tak tentu meregang didalam bak. Sesaat kemudian, bang Duon datang membawa banyak sekarung es batu. Ia tuangkan pada jasad Wanita malang itu hingga menutupi seluruh wajahnya. Tersontak aku kaget saat ada tangan menyentuh punggungku. Kulihat wanita Flores itu berada dibelakangku.
***
Aku terperanjat, terengah. Aku bisa bernafas. Aku masih berada dikamarku. Namun sepertinya sudah pagi. Apakah semalaman aku kesurupan pikirku. Jantungku berdebar, kuyakin wanita itu ingin berkomunikasi padaku. Ia memberitahu ku apa yang ia alami. Namun, pertanyaan muncul dalam benakku. Kenapa bang Duon sampai melakukan itu??
Hari ini matahari bersinar terik sekali, kuangkat kasur dan bantal-bantal keluar. Teriknya Matahari lumayan kupergunakan untuk menjemur kasur dan bantal. Sepertinya tadi malam aku berpeluh hebat hingga bantal ku terlihat basah dan apek.
Kukeluarkan sarung dari bantalnya, dan kurendam dengan Deterjen Cair beraroma Essence. Namun, pikiranku selalu membias pada kejadian semalam. Penglihatan itu begitu nyata. Aku yakin ini bukan sekedar mimpi, semalam aku tlah menjelajahi dunia Ghaib pikirku. Aku melihat sendiri ragaku yang melotot dengan mulut terbuka terbata-bata tergeletak kaku ditempat tidur. Dan kejadian mengenaskan yang menimpa Wanita Flores itu masih membuat tangan dan kakiku bergetar tak karuan.
Padahal selama ini bang Duon sangat baik dan ramah pada seluruh anak kost. Ia tak pernah pelit memberikan makanan atau minuman pada anak Kost. Namun, tak bisa kupungkiri kalau penglihatanku semalam bisa membuatku khawatir dan takut padanya.
Kubiarkan kain rendamanku dikamar mandi. Aku ingin lagi masuk kekamar kosong itu. Arwah wanita itu yang menuntunku melihat rekaan peristiwa yang menimpanya, maka sangat pasti kalau dia sedang meminta pertolonganku.
Walau sedikit gemetar dan takut yang masih menyelimutiku, kuberanikan melangkah kekamar sebelah itu. Sepertinya masih belum ada yang akan menempatinya. Penghuni terakhir yang menempati kamar itu pun sepertinya keluar karena sering melihat kejanggalan di kamar mandi itu.
Kudorong pintu itu, bunyi engsel tua dari pintu itu terdengar menggema dikarenakan ruangan yang kosong.
Tanpa kusadar bibirku berucap-ucap "halo...permisi... maaf..." tak tentu.
Ruangan kamar mandinya masih gelap, hanya pantulan sinar dari celah ventilasi lah yang memberi seberkas sinar di ruangan dingin itu. "Sepertinya Ka Ica belum ada niat ingin mengganti lampu kamar mandi ini", pikirku.
Akupun masuk kedalam kamar mandi gelap itu. Kutundukkan kepalaku melihat isi dalam bak. Ada sedikit sisa air disana yang bisa memantulkan bayangan wajahku. Tenang sekali air itu, tidak ada tergoyang sedikit pun.
Namun, tiba-tiba kulihat disamping pantulan bayanganku ada wajah wanita yang terkesan samar ikut menunduk menirukan bentuk wajahku. Aku terperanjat....!!!
Akan tetapi, muncul sebuah keberanian dari diriku. Kurasa sudah ketiga kalinya wajah wanita ini menampakkan diri padaku. Aku tak perlu lagi takut. Kuyakin wanita itu tidak berniat jahat. Sambil kututup mata, perlahan kembali kudekatkan wajahku kedalam bak. Kubuka pelan mataku....
Happp.... astaga, dengan gemetar aku jelas melihat pantulan wajah wanita itu. Dia tersenyum getir padaku. Pucat sekali dan rambutnya terlihat sangat kusam. Aku tak tahu apakah itu pengaruh dari pantulan sinar dari ventilasi kamar mandi itu.
Dengan terbata-bata mulutku berucap, "kkkkka...ka..kamu..kamu sss siapa??.
Dia hanya tersenyum.... dan tiba-tiba bayangan itu menghilang.
Dahiku mengernyit, sontak aku kebingungan dan segera mungkin keluar dari kamar mandi gelap itu.
Aku berjalan kearah pintu, tiba-tiba langkahku terhenti. Didinding sudut kamar itu kulihat tulisan bekas goresan batu "Maria".
Apakah ini adalah nama wanita itu? Pikirku.
Aku langsung keluar, dan berjalan ke belakang. Kuketuk pintu kamar 21, kamar Ka Rumi salah satu penghuni lama di kost-kost an ini.
"Apa Dam?", Tanya ka Rumi.
"Oh.. hehe... aku mau nanya sesuatu ka"
"Tanya apa tuh, duduk duduk...!!", kata ka Rumi sambil mempersilahkan aku untuk duduk.
"Eh... anu... hmm, ka... kaka tau nggak siapa penghuni kamar 02 itu dulu?
"Hah?", tiba-tiba ka Rumi seakan terkejut. Namun segera mungkin dia menghilangkan raut wajahnya.
"Kenapa nanya itu?", kata ka Rumi.
"Oh bukan, cuma mau tau aja. Orang Flores bukan?", tanyaku.
"Heh... hmm... m... i..iya.. eh.. bukan.. eh... iya iya..."
"Iya apa bukan sih?"
"Kamu tau dari mana Dam?"
"Jawab aja dulu ka"
"Hmmm... iya... Penghuni nya itu dulu orang Flores"
"Namanya? kaka tau?"
"Hmmm... Namanya Maria", kata ka Rumi.
Sontak aku terkejut. Tidak salah lagi.
"Maria Golini Teresa" lanjut ka Rumi. Dia sering dipanggil "Margosa" kata ka Rumi kembali.
"Margosa?"
"Iya, Margosa. Itu adalah panggilan akrabnya. Dia karyawan di PT (/*sensor*/ nama PT tak boleh disebutkan) sebagai operator. Akan tetapi malamnya dia sering jadi wanita penghibur di Pub daerah Nagoya", kata ka Rumi.
"Penghibur?!"
"Iya, wanita penghibur. Dia selalu diantar jemput laki-laki naik mobil"
Aku mengernyitkan dahiku.
"Dia tulang punggung keluarga Dam. Adiknya 4 masih sekolah di NTT sana. Mamanya sudah meninggal. Makanya dia sanggup melakukan apa aja di batam ini", kata ka Rumi.
"Dulu dia baik sekali. Kakakku yang bantu dia masuk PT. Dia gak pernah malu menjajakan produk Or*f**me (salah satu merk produk kecantikan) kakakku. Hanya saja, di PT dia salah pergaulan, Dam. Dia berteman dengan orang-orang yang tak beres. Dia terpengaruh, ya lama-lama jadi l*nte. Udah sering kami nasehati dia. Tapi, mungkin dia jauh lebih butuh uang daripada nasehat kami" kata ka Rumi kembali.
"Oh.... trus, sekarang dia dimana ka?", tanyaku.
"Di...di...dia...dia... tak tau Dam. Dam sorry ya, kaka mau pergi kerja. Mau mandi dulu. Udah dulu ya. Hehehe sorry ya ganteng..." Ka Rumi dengan lembut mengusirku. aneh sekali, pikirku. Dia seperti salah tingkah. Pasti ada yang ditutupi.
Aku berjalan kembali kekamarku.
"Maria Golini Teresa", "Margosa", bibirku berucap menyebutkan nama itu.
Happp... satu petunjuk telah dapat. Aku harus cari tau apa sebenarnya terjadi. Dan ada hubungan apa antara Margosa dengan bang Duon?
clap...clap...clap... bunyi sendal jepitku mendominasi saat kudaki anak tangga menuju lantai 2. Aku berniat kekamar Rukmini, perempuan berkulit gelap yang konon katanya pernah jadi teman Margosa saat jadi perempuan malam.
Nona pemilik kamar 31 itu sepertinya tidak khawatir masuk angin. Soalnya dia selalu menggunakan pakaian terbuka. Celana-celana yang dipakainya pun selalu pas dibawah tempe.
Seluruh penghuni kost sering menyebutnya Miss Rokmini (plesetan dari Rukmini). Padahal kaki dan paha nya terdapat banyak bekas peninggalan Belanda, kadang heran juga sih cewek sehancur ini bisa jadi Wanita Penghibur. Walau seandainya aku jadi Pria hidung belang, aku mah ogah minta tuh cewek nemenin aku.
Sebenarnya, aku sangat tidak ingin berkunjung kamar perempuan itu. Soalnya dia selalu genit padaku. Kadang geli kalau saat matanya berubah stereo saat lihat aku telanjang dada. Persis kayak lihat rendang. Tapi, rasa penasaranku mengenai kasus Margosa memaksaku untuk "say hello" pada Miss Rokmini itu.
Pintu kamar 31 ternyata sedang terbuka lebar, tampak Rukmini sedang menikmati sebungkus rokok filter bersama seorang temannya. Seorang wanita berbody subur yang terlihat tidak kalah hancur dengan Miss Rokmini.
"Halo mbak, santai nih", aku membuka pembicaraan.
Rukmini tampak terkejut, matanya tak terpejam melihat sosok mirip 'Lee Min Ho' sedang parkir didepan pintu kamarnya.
"Ehhh bang Adam, ada apa tiba-tiba kekamar saya. Hehe... tumben, apa tidak terlalu siang ini? Hihihi", katanya menggeliat genit.
issshhh... jijik gua. Tapi, sudahlah... aku harus mengimbangi perkataanya agar bisa connect berbicara denganku pikirku.
Basa-basi pun terjadi, sebenarnya aku kewalahan menghadapi perempuan gila ini. Belum lagi wanita gendut disampingnya yang selalu melihat area celana bola yang kukenakan. Ntah apa yang dilihatinya. Hedeeewh....
Memang tak salah keputusan ku untuk menjumpai wanita ini, dengan berbagai jurus genit yang kulemparkan bertubi-tubi, ia sanggup menceritakan apapun mengenai Margosa. Dasar perempuan mulut bocor. Baru melihat bibirku basah saja dia sudah luluh lantah.
Rukmini menceritakan seperti apa awal pertama Margosa jadi perempuan malam hingga skandal hubungannya dengan bang Duon bahkan dengan Ayah bang Duon. Aku sangat terkejut mendengar berita itu... mungkin aku tak heran kalau bang Duon begitu, karena sesekali matanya terlihat jelalatan kalau lihat cewek cantik. Tapi kalau Ayah bang Duon?? Sungguh tak kusangka!!
Lumayan juga info dari perempuan tengik nih. Namun, tak gampang lepas dari cengkeraman kedua wanita gila ini. Sampai celana dan bajuku ditarik-tarik, tanganku dicubit, ntah apa-apa aja perlakuan mereka terhadapku.
Syukurnya pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat. Aku berhasil lepas dari goa singa, walau kulit agak merah-merah bekas cubitan.
Aku sedikit berlari keluar dari kamar Rukmini. Agak trauma juga wak.
Tapi gak pa-pa lah, yang penting banyak informasi penting yang kudapatkan dari wanita itu.
Segera aku kembali kekamarku. Aku baru ingat rendaman kain yang kutinggalkan tadi belum kucuci.
Hedeeewh... akupun mulai mengaduk-aduk rendaman itu berniat menghasilkan busa dari deterjen cair beraroma essence milikku.
Namun tiba-tiba aku tersontak, dari dalam ember ada tangan mencengkeram tanganku. Sontak aku teriak, "Mamaaaa...!!!!" Sembari melompat. Tubuhku merinding dan gemetar tak karuan. Kurasakan ada suhu dingin dari kamar mandiku. Dingin seperti es. Mataku menengadah keliling kamar mandi. Kuperhatikan ember berisi kain rendaman dimana aku merasakan sebuah tangan mencengkeram tanganku. Kudorong dengan kakiku ember itu hingga membuat isinya tumpah kelantai. Tak ada apa-apa kecuali kain rendaman. Aku menjadi takut mencuci kainku, segera kukumpulkan kain2 itu kumasukkan kedalam kantong untuk kubawa ke tukang Laundry. Koq jadi dramatis gitu yah pikirku.
Aku bergerak keluar kamar mandi. Akan tetapi saat aku keluar, aku seperti melihat sosok perempuan tergolek lemah di bak kamar mandiku. Pas aku buka pintu..... aku melihat pandangan menyeramkan. Air bak dipenuhi es dan darah. Mataku terbelalak saat kulihat darah dan es itu mengembul sepertinya air mendidih. Aku terpaku dengan pemandangan didepanku. Aku mendekatkan diri ingin melihat lebih jelas apa yang terjadi. Namun, seakan jantungku ingin copot begitulah ekspresiku saat melihat munculnya banyak rambut ke permukaan bak itu. Wajahku seketika menjadi pucat pasi. Rambut-rambut itu sampai tumpah bersamaan dengan darah bercampur bongkahan es kecil dari dalam bak itu. Banyak sekali, sampai bahkan menutupi mata kakiku. Aku naik ke atas Closed, ngeri dan seram pemandangan saat itu.
Aku fokus melihat rambut-rambut bercampur darah yang kini berselemak di lantai kamar mandiku. Tanpa kusadar, ada sosok wanita sangat kurus muncul dari dalam bak. Wajahnya tertutup rambut yang tergerai jatuh hingga menutupi seluruh wajahnya. Kulitnya keriput dan putih pucat. Tampak jelas urat-urat hijau dibalik kulitnya. Tampak bahu kanannya menghitam dan membusuk, bahkan tulang bahunya sampai kelihatan mengembul keluar. Kontan saja kaki dan tanganku bergetar hebat seperti getaran 'Fibrat*r' saat perlahan wajahku menghadap kearah sosok itu.
Aku tak sanggup melangkah, keringat dingin mengucur deras dari keningku.
Tiba-tiba, sosok itu merangkak melalui permukaan bak sampai ke lantai dengan kepalanya terlebih dahulu turun menghadap tanah. Dia terus merangkak menggeliat seperti tak memiliki tulang-tulang. Tiba-tiba dia merangkak naik kedinding kamar mandi sampai berhenti pada loteng kecil dikamar mandiku. Dia merangkak seperti cicak. Aku masih berdiam terpaku sambil merasakan tubuhku yang gemetar semakin hebat karena ketakutan melihat peristiwa itu.
Namun, seketika aku berpikir apa yang ada di loteng kamar mandiku, pikirku.
Sepertinya arwah ini ingin memberi petunjuk padaku. Aku berlari keluar, kuangkat tangga lipat dari gudang, segera kuberdirikan di tengah2 kamar mandiku. Aku penasaran apa yang terdapat pada loteng kamar mandiku. Aku naik perlahan, khawatir jika tiba-tiba ada sebuah wajah seram yang menyambutku diatas sana. Perlahan tapi pasti, kunaiki satu persatu anak tangga itu. Peluhku masih bercucuran (engkau bisa bayangkan betapa takutnya aku saat itu). Saat aku sudah sampai diatas, ku check setiap sudut loteng kecil itu. Kuobrak-abrik dengan gagang sapu namun tidak ada apa-apa kecuali gumpalan-gumpalan debu. Aneh sekali... apa yang ingin sebenarnya diperlihatkan Margosa padaku?
***
Clinggg.... ahaaa.... aku tau...
bukan kamarku yang dimaksudnya. Melainkan kamar mandinya. Kamar 02.
Segera kuangkat kembali tangga lipat itu menuju kamar kosong disebelah kamarku. Langsung kutuju kamar mandinya. Tidak lupa kubawa sebuah senter kecil sebagai alat penerangan. Karena disana masih belum ada lampu. Kupastikan tangga lipat itu berdiri kokoh. Lalu kunaiki pelan-pelan. Sesampai di lotengnya kunyalakan senterku. Dan kuobrak-abrik tiap sudutnya dengan gagang sapu yang kubawa.
Terus kugoyang-goyang gagang sapu itu, hingga tiba-tiba menubruk sesuatu. Setelah kulihat, ternyata sebuah buku. Segera kuambil dan kubersihkan dengan tanganku. Kubuka sampul buku yang terlihat sangat kotor itu, banyak gambar-gambar design baju kebaya di beberapa halaman pertama. Setelah kubuka lembar demi lembar, mataku terbelalak. Itu buku harian Margosa!!!
dia menuliskan serangkai kejadian sadis yang dialaminya. Perlakuan tak manusiawi dari Ayah bang Duon hingga berbagai penyiksaan yang menimpanya.
Segera kututup buku itu. Kumasukkan kebalik bajuku dan kujepit pada celanaku. Aku turun.
Saat akan turun, aku melihat ke bawah.
Margosa memperlihatkan posisi tubuhnya saat meregang nyawa di Bak kamar mandi itu. Sangat sadis dan keji.
Aku menangis ketakutan mendapat penglihatan itu. Mencoba untuk tak melihat kedalam bak, terus kuturuni satu demi satu anak tangga. Kupalingkan wajahku agar tak melihat sosok yang tergeletak tak berdaya didalam Bak.
Dengan buru-buru, aku melangkah keluar membopong tangga lipat kembali ke gudang.
Kemudian aku kembali kekamarku. Kukeluarkan buku harian lapuk dari balik bajuku. Ada tulisan Maria di Covernya.
Lembar demi lembar kubuka buku harian itu, bagus-bagus sekali gambar-gambar kebayanya. Pasti Margosa sangat berbakat pikirku. Ia beberapa kali menuliskan impiannya untuk jadi Designer terkenal. Dia mengidolakan Annie Avante, perancang kebaya ternama Indonesia.
Bahkan ada design kebaya yang digambar Margosa diperuntukkan pada salah satu kontestan Putri Indonesia 2008.
Kubuka-buka terus tiap lembar buku harian Margosa, hingga pada pertengahan buku itu aku melihat ada potongan Foto ayah bang Duon yang tercoret-tercoret tak tentu.
Tulisan Margosa pun menjadi tak beraturan, ia menulis kata "Mati...mati...mati" berulang kali pada foto itu.
Aku berfikir, ada apa dengan ayah bang Duon?? Kenapa Margosa terkesan sangat dendam padanya??
Aku tak dapat membayangkan seperti apa beratnya penderitaan Margosa. Tiap lembar buku hariannya itu menceritakan betapa tak manusiawinya perlakuan Bang Duon dan Ayahnya terhadapa Margosa. Bermula saat Margosa menjadi pelayan rumah makan di Niki-Niki /*Salah Satu kota kecil di NTT*/ ia mengenal Ayah Bang Duon yang kebetulan saat itu sedang ada proyek di NTT. Pada awalnya Ayah Bang Duon sangat baik terhadap Margosa. Saat terlibat pembicaraan kecil ia melihat ketekunan dan kepintaran dalam diri Margosa. Bukan hanya rajin, Margosa juga berbakat memainkan alat musik Sasando yang dikenal susah untuk dimainkan itu. Bahkan ia pandai menggambar bentuk-bentuk baju. Ntah dari mana ia belajar.
Ayah bang Duon menawarkan pekerjaan di Batam pada Margosa, ia memberikan pengertian dan nasehat–nasehat hingga membuat luluh hati gadis malang itu. Sangkin baiknya, Margosa percaya kalau Ayah bang Duon itu adalah malaikat yang diturunkan Tuhan untuk menolongnya. Sifat kebapakan pria tua itu membut Margosa menganggapnya seperti ayah sendiri.
Singkat cerita, setelah berdiskusi dengan orang tua Margosa dengan pengertian-pengertian dan segala masukannya, Margosa pun ikut dengan Ayah bang Duon. Pria tua itu membawanya ke Lombok terlebih dahulu, katanya unuk merampungkan Proyeknya disana. Akan tetapi kemolekan tubuh Margosa membuat buta mata hati lelaki bejat itu, dengan ancaman tak tentu dan iming-iming pekerjaan di Batam ia berhasil merenggut harta Margosa yang paling berharga. Selama seminggu di Lombok, Margosa dijadikan sebagai budak seks pria bejat itu. Bahkan sesekali Margosa ditawarkan untuk menemani rekan bisnis ayah bang Duon yang juga tidak kalah bejat dengan pria tua itu.
Kehidupan tragis Margosa dimulai dari sana. Ia sempat berupaya melarikan diri di Lombok, akan tetapi usahanya selalu gagal. Penyiksaan dan penganiayaan kerap dialaminya saat berada disana.
Singkatnya, Margosa pun berhasil dibawa ke Batam. bukannya mendapatkan pekerjaan yang layak ia malah dijual pada rumah Oukup yang dikenal sebagai pusat prostitusi di kota bisnis ini. 2 minggu menjadi peliharaan baru seorang germo, Margosa berhasil melarikan diri. Telapak kakinya sempat robek sepanjang 10cm karena melompat pagar berduri. Tanpa disangka ia ditolong seorang Pria berperawakan 40-an. Pria itu adalah bang Duon. Margosa tidak mengenal bang Duon, begitu juga sebaliknya. Melihat keadaan Margosa yang mengkhawatirkan, bang Duon membawanya kerumah. Dan Ka Ica mengobati lukanya.
Kamar 02 adalah kamar kost yang diberikan Ka Ica untuknya tinggal. Sepasang suami istri baik hati itu, memberikan kamar kost gratis selama 2 bulan pada Margosa sebelum ia mendapat pekerjaan. Margosa, memang gadis yang baik dan rajin. Ia membantu pekerjaan rumah ka Ica. Mencuci piring, cuci kain, menyapu, ngepel, bahkan memasak pun dilakukannya. Melihat hal itu, ka Ica malah mempergunakan keadaan untuk membuat Margosa menjadi pembantu tanpa bayaran.
4 bulan kemudian, kaki Margosa sudah pulih sedia kala akan tetapi penderitaan yang paling besar menghampirinya. Ia hamil 2 bulan. Ia habis dimarahi dan dimaki ka Ica. Ia ditanyai siapa ayah bayi itu. Margosa bingung menjawabnya, ia tidak tau siapa ayah bayi itu karena sudah terlalu banyak yang menodainya. Karena khawatir bakalan menyusahkannya, ka Ica menyuruh Margosa untuk menggugurkan kandungannya itu. Ka Ica menyuruh Margosa meminum berbagai macam jamu, memakan buah Nanas, dan cara-cara tradisional lainnya untuk menggugurkan kandungan Margosa.
Tepat di bulan November 2008, Margosa mengalami pendarahan hebat. Ada gumpalan darah yang menghitam keluar dari kelaminnya. Ia dilarikan kerumah sakit, rahimnya dikorek oleh dokter karena sisa dari orok itu akan membahayakan nyawanya. Margosa terancam tak akan pernah bisa hamil lagi. Ia sangat terpukul akan kejadian itu.
Setelah itu, Margosa kembali ke kost-kost an Ka Ica. Masih dengan kejiwaan yang terpukul, Ka Ica masih terus memarah-marahi Margosa. Ia mengatakan uangnya telah habis untuk membawa Margosa ke dokter. Margosa dituntut untuk membayar semua itu pada ka Ica, belum lagi hutangnya mengenai uang Kost dan biaya makan di rumah Ka Ica. ka Ica mengatakan kalau Margosa harus membayar Rp. 20 Juta padanya.
Setelah istirahat beberapa waktu, Margosa kembali menjadi pembantu gratis dirumah Ka Ica. disaat pekerjaanya sudah selesai, ia ikut ‘nimbrung’ dengan beberapa penghuni kost. Disitulah ia mengenal Ka Dini. Seorang perempuan tomboy agen or*flame. Ia mengajari dan mengajak Margosa untuk berbisnis produk kecantikan itu. Ka Dini memodali Margosa untuk belanja produk pertamanya. Ia tak pernah segan menawarkan katalog dari produk itu pada siapapun yang dijumpainya.
Mulai dari situ, ia makin banyak kenalan. Sehingga ada seorang supervisor yang menawarkan pekerjaan di PT padanya. Margosa merasa mulai memiliki pengharapan setelah bekerja di PT. ia masih terus menjajakan produk-produk oriflamenya.
Mendengar Margosa telah bekerja, Ka Ica semakin sering menuntutnya untuk segera melunasi hutangnya. Ia hanya bisa meminta belas kasihan dan uluran waktu pada ka Ica. karena stress akan hutangnya, ia selalu bertanya pada rekan kerjanya sesama operator di PT bagaimana cara cepat menghasilkan uang. Mereka malah menyuruhnya untuk bekerja partime di Bar sebagai pelayan. Bermodal pengalamannya sebagai pelayan rumah makan di Niki-Niki, ia pun mencoba bekerja partime di salah satu PUB sebagai waitress. Setiap malam setelah pulang dari PT, ia selalu berangkat ke PUB itu. Disanalah ia bertemu dengan Rukmini. Teman satu kostnya yang ternyata juga bekerja di PUB itu. Perempuan berkulit gelap itu pun mengiming-imingi Margosa mendapatkan uang kontan secara instan.
Yaitu sebagai Pekerja Seks Komersial. Margosa tidak cerita pada Rukmini kalau dia sebenarnya pernah menjadi seoang PSK. Hanya saja dia dipelihara germo sedangkan Rukmini bekerja secara ‘individual mandiri’. Karena memikirkan hutangnya dan tanggungannya pada adik-adiknya di NTT, dengan berat ia pun mengikuti langkah Rukmini.
Malam Tahun Baru 2009, Margosa minum-minum diatap sambil menikmati beberapa toples kecil kue kering bersama Rukmini yang saat itu sudah menjadi sahabat baiknya. Namun tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah mobil putih yang parkir di garasi rumah bang Duon. Bagai tersambar petir, Margosa melihat Pria tua turun dari dalam mobil itu. Ayah bang Duon!!!
Tangannya langsung mengepal, matanya melotot tajam, ketakutan dan dendam menyelimuti pikirannya. Ia melihat sosok yang menghancurkan hidupnya. Rukmini terkejut melihat ekspresi Margosa. Ia menggoyang-goyang tubuh Margosa yang saat itu seperti orang kesurupan sambil bertanya “Kenapa Mar? kamu kenapa? Maria!!”.
Margosa menceritakan kisahnya tentang ayah bang Duon yang menghancurkan hidupnya pada Rukmini. Rukmini terkejut tak menyangka cerita Margosa itu.
Margosa berencana untuk balas dendam, ia merancang strategi untuk membalas keluarga yang menyakitinya hatinya itu.
Pagi itu semua orang masih pada tidur karena begadang menanti pergantian tahun semalam, begitu juga dengan Margosa. Ia tidur dikamarnya, kamar 02. Pintunya hanya tertutup rapat namun tak dikunci. Sepertinya Rukmini pindah kekamarnya saat Margosa sudah tertidur pulas. Rukmini hanya menutup pintu kamar Margosa seadanya, ia tidak mau membangunkan sahabatnya itu.
Akan tetapi, saat itu bang Duon lewat hendak mematikan listrik di belakang. ia melihat Margosa sedang tertidur pulas dari celah pintu kamar yang tak terkunci itu. Timbul hasrat jelek pada pria itu saat melihat kemolekan tubuh Margosa yang saat itu mengenakan kaos ‘you can see’ berwarna kuning dan celana pendek sepaha, ia melihat sekeliling tidak ada siapa-siapa. Sepi sekali, ka Ica juga masih tidur.
Ia pun menghampiri kamar Margosa, dan mendorong pintu secara perlahan. Bang Duon mengunci pintu itu dari dalam, dengan gerakan perlahan ia mengepal mulut Margosa dengan tangan nya. Margosa terjaga dan terbelalak saat melihat bang Duon menimpanya. Ia mencoba berontak dan melakukan perlawanan, namun tubuh tambun bang Duon sepertinya bukan saingannya. Pagi itu, di tahun baru itu, Margosa mengalami penyiksaan seksual secara brutal dari bang Duon. Bang Duon mengancam akan membunuhnya jika ia buka mulut. Margosa hanya bisa menangis dan menyesali hidupnya. Ia ditinggal tergolek lemah tak berdaya tanpa sehelai benangpun di tempat tidurnya yang tipis.
Karena merasa perbuatannya tak ketahuan, bang Duon beberapa kali melakukan hal yang sama pada Margosa. Ia kadang membujuk dan menawarkan keringanan biaya kost pada Margosa. Bahkan pernah sesekali bang Duon menyuntikkan sejenis cairan kimia (biasanya disuntikkan pada anjing atau babi) pada Margosa agar tidak sadarkan diri demi melampiaskan nafsu bejatnya. Serangkaian kejadian itu membuat Margosa menjadi stress, ia kelamaan menjadi seperti orang gila.
Waktu demi waktu berlalu, ternyata Margosa hamil kembali. Padahal ia sempat putus asa setelah rahimnya pernah dikorek dan terancam tidak akan bisa hamil lagi. Dan kali ini ia tahu, bahwa ayah dari bayi yang dikandungnya itu adalah bang Duon.
Ia tak takut lagi, ia berontak. Ia menjumpai bang Duon yang saat itu sedang sendiri dirumahnya dan mengancam akan membeberkan perbuatan bang Duon pada keluarga besarnya. Juga perbuatan ayahnya. Mendengar itu, bang Duon beringas lalu menampar wajah Margosa dengan sangat keras hingga membuat hidung dan bibirnya berdarah. Sambil menangis Margosa berlari kekamarnya. Dan meraung di sudut kamarnya, setelah itulah kejadian yang pernah muncul di penglihatanku terjadi.
Kejadian saat penyiksaan dan penganiayaan secara brutal dan membabi buta yang dialami Margosa. Wajahnya yang robek kena pisau, tubuhnya yang dihempaskan Sasando, Lidahnya yang dipotong hingga lehernya yang diikat rantai. Dan juga mayat yang tergolek bersimbah es Kristal dalam bak. Sangat mengenaskan. Bang Duon melakukan itu sendiri, tak ada yang membantunya.
Aku hampir tak bisa bernafas membaca buku harian itu, sangat kejam dan brutal. Akan tetapi, jika pembunuhan itu terjadi secara diam-diam berarti jasad Margosa juga dikuburkan secara diam-diam pula, pikirku. akan tetapi, dimana jasad Margosa dikuburkan?
Malam ini sunyi sekali, sesekali suara curut (jenis tikus got yang kecil dan menjijikkan) mendominasi malam itu. aku berjalan ke belakang dan sesekali berkeliling di daerah kost-an itu. Mataku jelalatan kesana kemari mencari tumpukan tanah, aku sangat yakin bang Duon pasti menguburkan Margosa di sekitaran kost-an ini. Dia tidak mungkin membawa jauh jasad Margosa.
Sesekali bibirku berucap pelan “ayolah, beri aku petunjuk!!!”
Aku terus berjalan dan berkeliling kost-an itu, namun tak ada sesuatu yang menarik perhatianku.
Akupun berniat kembali ke kamarku. Namun tiba-tiba mataku tertuju pada kedua kamar mandi sumur disamping pompa air tua di sudut kost-kost an itu. Kamar mandi itu tidak pernah digunakan, padahal bangunan nya bagus. Lantainya terbuat dari keramik, air dalam sumur itu pun sangat jernih dan bersih. Hanya saja seluruh permukaannya sudah dipenuhi lumut dan berbagai tumbuhan parasit.
Aku melihat sekeliling kamar mandi itu, sangat tak terawat. Padahal keramik-keramiknya bagus. aku berpikir tidak mungkin Margosa dikuburkan di balik keramik-keramik ini. Aku keluar dari kamar mandi sumur itu. saat menghampiri pompa tua di dekat kamar mandi sumur itu, tiba-tiba aku mendengar suara isak tangis perempuan dari dalam kamar mandi itu. Isak tangis yang sangat menyayat hati. Aku heran, padahal tidak ada siapapun tadi disitu. Sejenak langkahku langsung terhenti, aku yakin arwah Margosa mengikutiku. Aku bisa merasakannya, bulu kudukku langsung merinding. Kembali kuhampiri kamar mandi yang tak terawat itu, kucari dari mana sumber suara isak tangis perempuan yang terdengar memilukan itu.
Saat ku sudah masuk, suara itu terdengar sangat jelas berasal dari dalam lubang sumur. Kuberanikan diri untuk melihat kedalam, gelap sekali. Segera kunyalakan lampu senter dari mancis yang berada disakuku. Saat kulihat kedalam tiba-tiba kepalaku terasa sangat sakit sekali. Aku sampai tertunduk kelantai kamar mandi itu sangkin sakitnya. Namun, aku melihat sosok bang Duon yang menyeret kaki Margosa. Di tengah-tengah kamar mandi itu, Bang Duon melilitkan rantai anjing di leher Margosa lalu diikatkan pada sebongkah batu besar. Dengan kejam, jasad itu ditelanjangi dan dibuang kedalam sumur. Kedalaman sumur itu mampu menelan bayangan tubuh Margosa yang tenggelam kedasar sumur karena terikat pada bongkahan batu besar itu.
Kini aku tau kalau kejadian ini, adalah serangkai penglihatan ghaibku yang kedua yang ditunjukkan oleh arah Margosa padaku.
Saatku membuka mata, hari sudah pagi ternyata aku sudah berada dikamarku. Ada bang Gabe dan bang Kedup disitu.
“eh…udah sadar kamu Dam?”, tanya bang Kedup, pemilik kamar 12. Kamar yang dekat dengan kamar mandi sumur. Kurasakan nyeri disekujur tubuhku saat mencoba untuk duduk,
“koq kamu bisa pingsan disana?”, lanjut bang Kedup
Pingsan?? Ternyata semalam aku pingsan?? Pikirku.
Kumulai mengingat kembali apa yang kulihat semalam, itu sangat jelas. Aku harus melaporkan hal ini pada polisi. Sudah cukup bukti yang kudapatkan. Buku harian Margosa adalah juru kunci kasus ini.
Aku menceritakan kejadian yang selama ini menimpaku pada bang Kedup dan Bang Gabe, tak lupa aku juga membeberkan semua penglihatan-penglihatan dan petunjuk dari arwah Margosa pada Rukmini, Ka Rumi danKa Dini yang selama ini bingung akan hilangnya Margosa.
Mereka ada yang percaya dan ada juga yang meragukan ceritaku, namun seelah menunjukkan buku harian dan tulisan Margosa mereka sedikit percaya padaku. Ka Rumi yang kebetulan memiliki pacar seorang polisi, segera menghubungi kekasihnya itu dan minta bantuan untuk menyelidiki kasus ini.
Selama beberapa minggu pacar ka Rumi sering bertamu ke kost-an kami, dengan tujuan mengumpulkan petunjuk alami dan sekalian meyelidiki bang Duon.
Segera setelah itu, kasus ini pun diusut ke pihak yang berwajib. Untuk memerjelas bukti, polisi menurunkan beberapa team untuk turun kedalam sumur tua itu guna memastikan masih adakah sisa petunjuk akurat seperti yang kuceritakan dalam penglihatanku itu. Saat itu suasana di kost-an kami sangat ramai dan riuh. Banyak spekulasi dan praduga yang terdengar dari mulut mereka. Selang beberapa menit tiba-tiba salah seorang team yang berada dalam sumur itu, menemukan sebuah tengkorak yang terikat pada sebongkah batu besar. Leher tengkorak itu masih terikat rantai,
Rukmini menangis meraung-raung melihat tengkorak sahabatnya itu, ka Rumi dan Ka Dini juga menangis sejadi-jadinya. Bang Duon dibawa ke kantor polisi untuk diperiksa. Begitu juga dengan ayahnya bang Duon, beliau juga dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.
Hari-hari pun berlalu, keadaan kost-kost an menjadi suram setelah banyaknya penghuni yang pindah. Begitu juga dengan aku. Disaat aku sedang membereskan barang-barangku, tiba-tiba saja kudengar sebias suara petikan sasando. Kuhentikan kegiatanku, kufokuskan untuk mendengar suara itu. Rupanya suara itu berasal dari dalam kamar mandiku. Aku beranjak dan menghampiri kamar mandiku. Kubuka pintunya secara perlahan. Tiba-tiba kulihat ada sosok wanita mengenakan pakaian adat Flores berambut sebahu berdiri dihadapanku. Dia tersenyum padaku, dia adalah arwah Margosa. Aku yakin dia ingin mengucapkan terima kasih padaku. Aku tersenyum padanya. Aku sangat bahagia bisa membantu arwah wanita malang itu. Serangkaian peristiwa mistis yang kualami, menambah pengalaman berhargaku. Aku tak boleh lagi takut pada hantu, karena kuyakin jikalau mereka ingin memperlihatkan diri padaku pasti ada pesan dibalik itu.
*TAMAT*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thanks sudah beri komentar..!!!